Sabtu, 20 Desember 2014

wanita berkaca mata tebal



Wanita Berkacamata Tebal
           
            Tak ada yang spesial yang terlihat pada sosok wanita berusia 21 tahun dengan peawakan sedang berkulit putih lagi berkacamata tebal itu, tidak cantik, tidak kaya, tidak pintar pula, sifatnya pemalu serta kurang mampu berinteraksi dengan khalayak ramai. Lahir dari keluarga tidak kaya tidak miskin pula tapi sederhana, dia biasa dipanggil Amah oleh ayahnya sebagai panggilan sayang, sekali lagi tak ada yang spesial pada wanita ini, selain tidak cekatan dalam bidang akademik dia juga tak mempunyai kemampuan atau bakat bawaan lahir yang biasa digadang-gadangkan setiap orang, apalagi jika orangtuanya mempunyai suatu bakat atau keahlian khusus tentu  seperti pepatah berujar “buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya”, tapi pepatah itu tidak berlaku pada Warmah karena orangtuanya tak jauh berbeda dengannya tak ada bakat atau keahlian khusus yang dimiliki orangtuanya, hanya berasal dari keluarga buruh serabutan, maka tak ada analogi atau ibarat yang indah bisa menghibur hati Warmah wanita yang baru saja genap berusia 21 tahun sehari yang lalu itu.
            Orang yang berkacamata sering diidentikan dengan kutu buku, orang yang rajin membaca buku, untuk kali ini istilah kutu buku tepat dilekatkan pada sosok Warmah, sejak masik di taman kanak-kanak Warmah memang gemar membaca buku, sebagian besar waktunya dihabiskan untuk membaca mungkin karena terlalu sering membaca dengan jangka waktu yang cukup lama menjadi salahsatu penyebab matanya membutuhkan kacamata dalam segala aktivitas yang menggunakan indra penglihatan, tapi tak hanya itu yang menjadi penyebabnya Warmah juga sejak kecil gemar atau lebih tepatnya lagi sering diajarkan menonton film-film kartun oleh ayahnya jika hendak ditinggal bekerja, alasannya agar Warmah anteng dirumah meski tak ada teman, akhirnya Warmah menjadi ketagihan menonton film-film kartun bahkan hingga saat ini Warmah masih suka menonton kartun seri barbie yang biasa ada di televisi entah itu suatu kewajaran diusianya yang menginjak dewasa ataukah keterlambatan perkembangan?, memang Warmah sedikit sulit dan lambat dalam perkembangannya, selain itu ia juga agak sulit dan lambat dalam menerima pelajaran-pelajaran baru. Tapi dianara kekurangan yang ada pada diri Warmah anaknya itu ada satu hal yang membuat ayah Warmah mampu tersenyum pulas melihat anaknya itu,  tak lain karena barusaja ia melihat anaknya mengenakan toga kebanggaan pertanda baru saja anaknya menjadi sarjana, tepatnya sarjana dibidang akuntansi meskipun dengan nilai atau predikat yang pas-pasan.
            6 bulan sudah berlalu pasca kelulusan Warmah dari universitasnya, namun ia tak jua mendapatkan pekerjaan, hingga suatu ketika ayahnya menanyakan,
“ Amah, kamu kan sudah 6 bulan lulus kuliah, tapi kenapa kamu masih dirumah? Gak kerja ” pertanyaan dilontarkan oleh Mardi ayah Marwah
“ Maafkan aku ayah, sudah puluhan lamaran aku kirimkan pada perusahaan-perusahaan disekitar kita, tapi tak ada satupun yang mau menerima ku,”
“ Tapi kenapa nak?, bukankah kamu seorang sarjana S1?”
“ Yang dibutuhkan itu bukan nhanya ijazah tapi kemampuan terutama penmapilan juga harus menarik, dari beberapa perusahaan ada yang menolak Amah Cuma gara-gara penampilan Amah tidak menarik Amah jelek yah?”
Mardi tak menjawab pertanyaan putri semata wayangnya itu, dan bergegas keluar rumah sederhananya itu, menuju tempat ia bekerja saat ini sebagai kuli bangunan dalam pembangunan gedung pemerintahan diwilayahnya, Mardi berjalan lambat melamum membawa segudang penyesalan.
            Terbesit penyesalan dalam benak Mardi, karena ia dulu telah membiarkan istrinya yang bernama Sumirah itu mengadukan nasib ke Arab Saudi, ketika Warmah masih berusia 2 tahun, hingga tak ada yang mengajarkan bagaimana caranya bersolek serta memainkan lipstik di bibir, memoleskan bedak pada wajah, mengenakan wewangian yang pas, kini akibatnya anaknya itu tak bisa mengurus dan memantaskan diri sebagai seorang perempuan, penyesalannya berlanjut atas kebodohannya yang tuna aksara, karena ia tak pernah bisa megajarkan apapun yang berkaitan dengan pelajaran sekolah, pada anaknya, karna memang Mardi tak pernah mengenyam bangku sekolah, meski sekolah dasar sekalipun, karena zaman dahulu sekolah dianggap kurang penting dan buang-buang waktu saja. Kini ia baru sadar bahwa ilmu itu penting karena pada hakikatnya ilmu adalah akar dari semua sisi yang ada pada elemen-elemen kehidupan, hidup akan seraya mengambang diatas gurun pasir yang dihantui fatamorgana tanpa henti tanpa ilmu. Satu persatu tetes airmatanya mengalir dan menyatu bersama keringat lelah yang mengucur dari seluruh pori-pori tubuhnya karena bekerja mengangkut batu dari truk mnggunakan gerobak menuju lokasi pembangunan. Airmatanya semakin deras mengalir hingga mengalahan cucuran keringat yang belomba-lomba membasahi kulit wajah laki-laki buruh ini, karena teringat akan istrinya yang tak pulang-pulang selama 19 tahun lamanya, kabar terakhir yang ia dapat bahwa kini Sumirah telah menikah dengan laki-laki Arab, diakui memang Sumirah amat cantik jika dikenakan gaun maka kecantikannya mampu bersaing dengan putri-putri kerajaan di daratan Eropa, berbeda jauh dengan anaknya si Warmah itu yang dikatakan bahasa kasarnya jelek.
            Berbeda dengan Mardi, kini Warmah membulatkan tekadnya untuk merubah nasib yang selama ini seolah tak berpihak padanya, ia selalu dikucilkan dimanapun ia berada hanya karena ia cupu dan penampilannya nora dengan kacamata tebal yang selalu tak pernah absen menemani kedua bola matanya, namun tak berarti niatnya sama  mengikuti jejak ibunya menjadi TKW, tapi ia mencoba peruntungan lain dengan mencoba berwirausaha karena tak ada perusahaan manapun yang mau menerimanya, Warmah memberanikan diri berkeliling mencari pelajaran dari para wirausahaawan untuk memulai usaha hingga saat itu ia tengah berada disebuah pabrik industri tanpa diiduga sebelumnya ia dipertemukan dengan Kevin, laki-laki setengah bule yang tampan lagi mapan serta terkenal dengan kepintarannya itu, ketika kuliah adalah tan satu kelas Warmah, dan salahsatu hobi dari Kevin adalah Warmah, eits! Hobinya bukan memandang Warmah tapi mengejeknya, namun meski begitu semua hal yang menyakitkanpun akan menjadi indah ketika hati dan cinta yang berbicara, krarena cinta mampu berkamuflase tinggi menyamarkan rasa asam menjadi manis, sulit menjadi mudah, hitam pun terlihat putih, raflesia terlihat bak eidelwais. Seketika aliran darahnya mengalir lebih deras dari biasanya, degup di dadanya menjadi berkuadrat-kuadrat lebih kencang, seolah tak mau ketinggalan kacamata tebalnyapun ikut merasa apa yang dirasa pemakainya itu hingga ia mengembun karena hawa dingin yang mendadak menyerang Warmah, karena rasa gerogi dan gugup melihat laki-laki yang mampu memikat hatinya ketika kuliah, wajar Kevin memang tampan serta mapan wanita mana yang tak jatuh hati pada Kevin?
“ hei, kamu kacamata tebal, ngapain disini?, mau ngelamar kerja/ gak bakal keterima”
“ bukan, aku cuma mau ketemu Bu Rita,” jawabnya perlahan sambil menundukan wajahnya
“ gak salah? Kamu mau ketemu sama ibu saya?”
            Tak lama kemudian, Bu Rita datang dengan riangnya dan menyambut hangat kedatangan Warmah.
 ayo Warmah masuk keruangan Ibu kita ngobrol”.
            Satu jam lebih Warmah mengobrol dengan Bu Rita ibunda dari teman sekaligus cinta pertamanya Kevin si laki-laki setengah bule tepatnya indo dengan darah dan gen keturunan Arab, terlihat dari tinggi semampai dan hidungnya yang mancung. Akhirnya Warmah mendapat pencerahan dan semangat baru, tak terasa hari sudah sore sang waktu terus berpacu dengan detik jarum jam yang terus melaju, senja telah tampakkan pesona eloknya warna jingga mengantarkan sang mentari kembali keperaduannya. Warmah segera pulang karena ia yakin ayahnya telah menunggunya dimeja makan, entah ada angin atau badai apa, Warmah pulang diantar Kevin, tentu sepanjang perjalanan Kevin dan Warmah saling membisu. Sesampainya dirumah Warmah dikagetkan dengan keadaan ayahnya yang tengah merintih kesakitan karena kakinya tertimpa batu ketika di proyek pembangunan, beruntung Kevin masih belum berpamitan akhirnya Kevin mengantar ayah Warmah keklinik terdekat, sekali lagi entah ada apakah gerangan, Kevin mendadak baik hati kepada Warmah, tak ada lagi cibiran kacamata tebal karena mins pada mata Warmah.
            Warmah memulai usahanya dengan sedikt uang tabungan yang selama 3 tahun ia kumpulkan, kali ini nasib berpihak baik padanya menjadikan usaha alat-alat elektroniknya Warmah berjalan lancar. Perekonomian Warmah dan ayahnya semakin membaik hingga Mardi tak diperbolehkan bekerja lagi oleh Warmah. Semakin akrab Kevin dengan Warmah karena sering bertemu sebagai partner bisnis, bahkan keakraban mereka jauh lebih akrab dibanding ketika masih duduk dikelas yang sama dibangku kuliah, perlahan Warmah mampu memperbaiki penampilannya karena terpacu rasa cintanya pada Kevin meski Kevin tak sadar itu.
            Cinta datang karena terbiasa, akhirnya sekian lama Warmah memendam rasa pada Kevin, rasa yang terkadang mengundang ceria terkadang mengundang sedu sedan, sekali lagi cinta mampu mengkamuflase bahkan mengubah secara manuver raflesia menjadi eidelwais. Kini kevin membalas cinta Warmah dan meminangnya bahkan cinta Kevin kepada Warmah amat dalam dan kuat, Kevin menerima betul segala apa yang ada pada Warmah, banyak orang bertanya-tanya mengapa seorang Kevin mencintai sosok warmah si cupu dan lugu itu, tapi lagi-lagi hanya cinta sejati yang mampu menjawab. Hingga  tak mau berlama-lama Kevin meminta Ibundanya segera meminang Warmah. Seyogyanya pernikahan sebelumnya diadakan prosesi lamaran oleh pihak mempelai pria, namun ketika Ibunda Kevin Bu Rita menemui pak Mardi ayah Warmah, sesuatu tak terduga dan jauh dari bayangan bahkan imajinasi tak pernah terbesit sedikitpun, ternyata Mardi dan Bu Rita saling menuding pertanda saling mengenal bak teman lama yang tak telah lama tak berjumpa.
“ Sumirah” ujar Mardi
“ Mas Mardi?”
“ Warmah kamu tidak bisa menikah dengan Kevin karena dia saudara satu kandung dengan ibumu itu, dia ibumu Sumirah bukan Rita”
Seketika Warmah jatuh pingsan, dan tak kalah terkejut Kevin terpaku lemas mendengar pernyataam Mardi, sungguh sangat sulit dipercaya apalagi diterima.
“ Sumirah, jadi ini anak laki-laki Arab itu?, kenapa kamu tidak pernah bilang jika kamu sudah berada dindonesia” menampar Rita
“ Maaf mas, aku takut bertemu denganmu karena aku telah menikah dengan majikan saya di Arab dan mempunyai anak, tapi sekarang suamiku di Arab sudah meninggal”
“ sekarang kamu lihat, anak kita menjadi korbannya Warmah mencintai Kevin anak orang Arabmu itu” penuh sinis
Pertengkaran dan peluapan kemarahan Mardi pada Sumirah semakin menjadi-jadi dan tak ada satupun hal yang mmapu padamkan amarah yang mengudara itu.
            Warmah tersadar satu jam setelah peristiwa mengejutkan itu, yang memberitakan bahwa ia adalah kaka kandung dari Kevin hingga mereka tak bisa menikah, sedu sedan bertaut pilu menghantui Kevin dan Warmah yang saling mencintai sebagai sepasang kekasih, hanya belati rasa yang digadangkan dapat membunuh rasa cinta yang ada menjadi rasa cinta terhadap sauara kandung adik dan kakak. Apa mau dikata mereka tak bisa menyatu, janur kuning dan cincin tak jadi perhiasan, karena haram hukumnya menikah bagi laki-laki dan perempuan sepersusuan. Mungkin kisah cinta Warmah dan Kevin menjadi kisah fenomenal kedua bagi Mardi dan Rita atau Sumirah setelah kisah cinta Romeo dan Juliet. Yang sama-sama harus membunuh cinta mereka karena tak dapat menyatu
             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar