Tuhan
Tidak Adil?
Dimana
letak keadilan Tuhan?
Mungkin
ini merupakan pertanyaan konyol bagi orang-orang yang tidak pernah bersyukur
atau mungkin belum mampu atau bahkan tidak mengerti rasa syukur, dan bahkan
tidak mengerti esensi keadilan pula.
Kita
semua tidak akan merasakan keadilan selagi kita belum mengetahui esensi sejati
dari keadilan, semua insan mendambakan dan mengagungkan keadilan, entah itu
keadilan hukum, keadilan dari orang tua, keadilan dari teman, keadilan
pasangan, dan sudah barang tentu, keadilan dari Tuhan, hampir semua orang akan
merasa kecewa bahkan marah ketika keadilan tidak berpihak kepadanya, karena
seringkali kebanyakan dari kita semua berparadigma bahwa keadilan itu sama
rata, jika si A mendapat 5 buah apel dan 3 buah jeruk, maka ia dan semua orang
harus mendapatkan 5 buah apel dan 3 buah jeruk. Jika anda atau siapapun masih
berparadigma seperti itu, maka itu adalah salasatu kekeliruan dari esensi
keadilan, karena jika seperti itu adanya kita akan menuntut kepada Tuhan untuk
menyamakan anugrah-Nya kepada semua makhluk, dan jika begitu itu sudah tidak
benar, tidak mungkin Tuhan menyamaratkan nikmat dan anugrah-Nya kepada suatu
hal antarmakhluknya, karena jika Tuhan memberikan kemudahan hidup dan kekayaan,
dan semua orang didunia kaya tidak ada yang miskin, maka tidak akan terjadi
hubungan sosial yang baik tidak akan ada istilah saling membantu dan tolong
menolong karena apa? Karena semua orang mampu. Tapi manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia diantara makhluk
lainnya seringkali berprasangka buruk terhadap Allah swt, padahal sejatinya
Allah lebih tahu siapa yang pantas untuk menerima keadilannya, Allah lebih tahu
apa yang dibutuhkan hambanya, dan Allah
lebih tahu rencana yang indah dan lebih indah dari rencanya manusia yang merangkai
cita-citanya, tapi sekali lagi Alah lebih tahu.
Dalam
tulisan ini, saya akan membahas menegnai dua pertanyaan apa esensi keadilan tuhan?, dan dimana
keadilan letak tuhan?
Namun
sebelum lebih jauh membahasa alangkah lebih baiknya untuk kita mengetahui
tentang arti atau esensi keadilan secara spesifik, dimulai dari arti leksikal
atau arti kamus secara umum mengenai kata keadilan, dalam KBBI keadilan berasal
dari kata adil yang berarti tidak
berat sebelah tidak memihak:
berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran; sepatutnya; tidak
sewenang-wenang. Dalam Agama Islam perintah untuk berbuat adil dijelaskan dalam
firman Allah:
"Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pengajaran".( QS
An-Nahl{16}: 90)
Jelas sudah dari terjemah QS An-Nahl{16}: 90 memerintahkan kepada
kita semua untuk senantiasa selal berlaku adil, lalu dipertegas kembali dengan
firman-Nya dalam Al-Maidah [5] : 8
"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang
yang menegakan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap satu kaum, mendorong untuk kamu
berbuat tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan". (Al-Maidah [5] : 8)
Dari
definisi dan perintah Allah dalam Al-Qur’an, dapat disimpulkan bahwa keadilan
berasal dari kata adil yang berarti tidak memihak dan tidak berat sebelah, lalu
kembali lagi pada pertanyaan, dimana letak keadilan Tuhan?
Jawabnya
ada pada bersyukur atau tidaknya seseorang, banyak orang dan mungkin termasuk
saya selalu menggembor-gemborkan mengenai keadilan, Semua orang menjunjung dan
mendambakan keadilan, terutama keadilan Tuhan.
Terkadang
ketika seseorang berada pada titik jenuh dan keputusasaannya seringkali
mengeluh kepada siapapun yang bisa ia ajak bicara,
“Tuhan
tidak adil, katanya tuhan adil? Tapi kemana? Tuhan tidak ada ketika saya butuh?
Tuhan tidak pernah memihak pada saya, semua yang saya dapat selalu jelek, semua
yang saya inginkan sellau berakhir pada kekecewaan, usaha saya selalu gagal,
saya selalu beribadah sebagaimana orang-orang lain yang menerima keadilan
Tuhan, tapi saya tidak pernah mendapatkan keadilan Tuhan?, saya berusaha mereka
berusaha saya lelah mereka lelah, mereka mendapatkan sementara saya tidak?”
Itulah
pikiran yang terkadang muncul dalam pikiran setan yang ada pada diri saya,
namun perlu disadari juga bahwa pikiran semacam itu sering muncul ketika kita
jauh dengan Allah, Allah akan memberikan
nikmatnya kepada hambanya yang bersyukur bukan kepada hambanya yang kufur.
“Ya
Allah, kenapa aku dilahirkan seperti ini, tidak cantik, tidak pintar miskin
pula, kenapa ya Allah?, padahal aku sudah belajar dan berusaha? TUHAN TIDAK
ADIL”
Tapi
seketika saya sadari mengenai esensi keadilan, dan keadilan tuhan yang selama
ini saya cari, mari kita renungkan
Sudahkah
kita melakukan apa yang seharusnya kita lakukan kepada Tuhan?
Sudahkah
kita melakukan apa yang dilakukan oleh mereka yang mendapat keadilan?
Lalu
sudahkah kita bersyukur?
Ternyata
adil itu tidak sekedar seimbang atau sama rata, tapi adil itu sesuatu yang sesuai porsi dan adil itu tidak harus
sejajar, kita analogikan seperti ini, si A rajin sholat tahajud dan puasa,
sedangkan si B hanya rajin ibadah 5 waktu, lalu si A mendapat sebuah mobil
sedangkan si B mendapatkan sebuah motor sekilas tidak adil, tapi Allah lebih
tahu, mengenai apa yang harus diberikan kepada hambanya.
Tuhan
memberikan sesuatu kepada hambanya sesuai kadar dan kewajarannya, ada yang kaya
raya namun tidak memiliki anak ehingga merasa kurang bahagia dan ada yang
miskin tapi memiliki anak sehingga mereka hidup bahagia. Jadi letak ekadilan
Tuhan ada pada bersykur atau tidaknya seseorang, karena eksistensi keadilan
tuhan terletak pada sudahkah seorang hamba berlaku adil kepada Tuhannya?
Kesimpulannya,
adil itu tidak berarti sama rata tapi adil itu mampu menempatkan dan merasakan
sesuatu sesuai kadarnya, serta mampu memberikan porsi sesuai proposrsinya dan
mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya, karena Allah selalu memberi pada
waktunya, memeberi pada tempatnya, memberi sesuai kemampuan, memebri sesuai
kebutuhan hambanya. Lalu masihkah kita betanya dimaan etak ekadilan tuhan? Mari
renungkan, mari berbenah diri!
06/12/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar