Rabu, 10 Desember 2014

REVISI



A. Pendahuluan
Waktu terus berjalan, pendidikan pun terus berkembang bersama hiruk pikuk hidup dan kehidupan insan. Problem-problem pendidikan pun bermunculan begitu cepat secepat cendawan tumbuh di musim hujan. Ilmu pendidikan bertanggungjawab untuk memecahkan problem-problem tersebut, untuk itu tidaklah ringan tanggung jawab yang diembannya karena begitu kompleks problem-problem yang ada di dunia pendidikan. Tak jarang ilmu pendidikan pun meminta pertolongan pada pihak lain, pihak filsafat pendidikan karena problem yang dihadapi berada di luar kaplingnya dan sudah memasuki wilayah atau lingkaran hakikat. Manakala problem pendidikan memasuki lingkaran yang substansial atau filosofis kiranya ilmu pendidikan menyerahkan garapan itu pada filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan akan menjawab secara filosofis atas pertanyaan filosofis yang muncul dari belahan dunia pendidikan. Ontologi, epistemologi dan aksiologi akan menjadi piranti meneropong belantara yang penuh pohon problem pendidikan, yang terus tumbuh dari waktu ke waktu, dan tak pernah habis, kemudian filsafat pendidikan menatanya rapi dan komprehensip. Lebih dari itu filsafat pendidikan menjadi landasan pemikiran pendidikan yang melahirkan rumusan dasar-dasar atau azas-azas pendidikan. Filsafat pendidikan juga memberi arah perjalanan kemajuan pendidikan dan sekaligus mengoreksi kekurangannya guna mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
B. Pengertian Filsafat Pendidikan
Menurut A. Chaedar Alwasilah: Filsafat Pendidikan adalah studi ihwal tujuan, hakikat, dan isi yang ideal dari pendidikan (Chaedar, 2008:101). Al-Syaibany: Filsafat Pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan. Hal senada dikatakan Hasan Langgulung: Filsafat Pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan, mengharmoniskan, dan menerapkan nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang ingin dicapainya (Jalaluddin, 2007:19,158). Sedang George R. Knight mengatakan: Filsafat Pendidikan tidak berbeda dengan filsafat umum, ia merupakan filsafat umum yang diterapkan pada pendidikan sebagai sebuah filsafat spesifik dari usaha serius manusia (Knight, 2007:21). Sementara Imam Barnadib mengatakan: Filsafat Pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam lapangan pendidikan (Barnadib, 1986:14). Berdasar pemikiran di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat pendidikan adalah ilmu yang membahas pendidikan secara filosofi, atau ilmu yang membahas secara filosofi mengenai pendidikan.
C. Ruang Lingkup Bahasan Filsafat Pendidikan
Pendidikan yang menjadi sarana mencerdaskan dan mencerahkan manusia sangatlah luas lingkup bahasannya, filsafat pendidikan pun tidak jauh berbeda lingkup bahasannya. Lingkup bahasan atau obyek filsafat pendidikan sangat luas, seluas aspek pendidikan dan aspek yang berkait. Semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan atau memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhubungan bagaimana pelaksanaan pendidikan yang baik, dan bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai sesuai yang dicita-citakan (Jalaluddin, 2007:25). Jelas kiranya bahwa lingkup bahasan filsafat pendidikan itu aspek-aspek yang berhubungan dengan pendidikan, seperti: hakekat dasar, tujuan, isi dan kebijakan serta penyelanggaraan pendidikan. Oleh karena itu bahasan filsafat pendidikan sangatlah luas dan pelik.
D. Peranan dan Fungsi Filsafat Pendidikan
1. Peranan Filsafat Pendidikan
Tidak dapat dinafikan setiap ilmu yang telah lahir di muka bumi tentulah memiliki arti dan fungsi bagi kehidupan manusia. Begitu pula filsafat pendidikan suatu ilmu yang memiliki peranan dan fungsi dalam kehidupan khususnya kehidupan dunia pendidikan.
Menurut Jalaluddin & Abdullah Idi peran filsafat pendidikan: 1) Landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijakan dan pelaksanaan pendidikan; 2) Pemberi arah dan pedoman bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan. (Jalaluddin, 2007:29-33).
Filsafat Pendidikan memiliki peranan yang penting karena filsafat pendidikan menjadi landasan filosofis dan pemberi arah untuk usaha-usaha perbaikan, kemajuan dan tetap eksisnya pendidikan. Tanpa landasan dan arahan, penyelenggaraan pendidikan sangat sulit untuk mencapai tujuan pendidikan yang direncanakan. Landasan yang kuat sangat dperlukan bagi para pembangun bangunan pendidikan selanjutnya agar bangunannya menjadi kokoh dan eksis selamanya.
2. Fungsi Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan di samping memiliki peranan yang strategis, juga memiliki fungsi yang penting dalam dunia pendidikan, dunia yang mampu merubah karakter manusia, dan mendewasakan manusia, serta dunia yang memanusiakan manusia.
Fungsi filsafat pendidikan sebagai berikut: 1) Merumuskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan, sifat dan hakikat manusia serta pendidikan, dan isi moral (sistem) nilai pendidikan; 2) Merumuskan teori, bentuk, dan sistem pendidikan, mencakup kepemimpinan, pendidikan, politik pendidikan, bahan pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, pola-pola akulturasi serta peranan pendidikan dalam pembangunan bangsa dan negara; 3) Merumuskan hubungan antara agama, filsafat, filsafat pendidikan, teori pendidikan dan kebudayaan (Jalaluddin, 2007:159).
Filsafat pendidikan memiliki fungsi merumuskan dasar dan tujuan pendidikan, merumuskan teori, bentuk dan sistem pendidikan serta merumuskan hubungannya dengan agama dan kebudayaan. Fungsi filsafat pendidikan sangat strategis karena merumuskan masalah-masalah mendasar yang berkait dengan dunia pendidikan dan hubungannya dengan pembangunan bangsa dan negara. Dasar dan tujuan pendidikan yang jelas akan memudahkan dalam penyelenggaraan pendidikan, dan dapat menjadi parameter akan tercapai tidaknya apa yang dicita-citakan.
E. Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan, Filsafat dengan Pendidikan, dan Filsafat Pendidikan dengan Pendidikan
1. Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan
Manusia yang memikirkan pendidikan, dan sekaligus manusia menjadi subyek pendidikan. Pemikiran manusia yang mendalam dan sistematik akan melahirkan suatu filsafat. Dan Bila pendidikan menjadi obyek bahasannya lahirlah filasafat pendidikan Dengan kata lain filsafat dengan filsafat pendidikan memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan; sebagaimana dikatakan Hasan Langgulung: Filsafat Pendidikan adalah penerapan metode dan pandangan filsafat dalam bidang pengalaman manusia yang disebuntukan pendidikan (Jalaluddin, 2007:31). Hal senada diungkapkan Imam Barnadib: Filsafat Pendidikan ialah ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam pemikiran dan pemecahan mengenai masalah pendidikan (Barnadib, 1986:7). Sejalan pula dikatakan Kilpatrick: Berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha. Berfilsafat berarti memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik. Sedangkan pendidikan atau mendidik adalah suatu usaha merealisasikan nilai2 dan cita-cita dalam kehidupan dan kepribadian manusia (Djumransyah, 2006:42). Begitu juga dituturkan John Dewey: Filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendidikan (Jalaluddin, 2007:31). Kiranya tampak jelas bahwa Filsafat dan filsafat pendidikan memiliki hubungan erat yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, filsafat melandasi dan melatarbelakangi lahirnya filsafat pendidikan.
2. Hubungan Filsafat dengan Pendidikan
Menurut George R. Knight: Pendidikan tidak dapat menghindari dunia metafisis, metafisis kajian tentang realitas, adalah pusat bagi konsep apa pun dari pendidikan. Kepercayaan metafisis yang berbeda membawa ke arah pendidikan yang berbeda pula, bahkan memilahkan sisitem-sistem pendidikan. Sistem-sistem pendidikan bersinggungan dengan pengetahuan, dan karena itu epistemologi merupakan determinan utama paham-paham dan praktek-praktek pendidikan. Sementara E.F. Sumacher: tanpa adanya penekanan ulang perhatian aksiologi, pendidikan akan terbukti sebagai agen penghancuran daripada sebagai sumber pembangunan. Adapun George R. Knight mengatakan: Konsep-konsep tentang realitas, kebenaran dan nilai merupakan kandungan isi filsafat, oleh karenanya filsafat adalah kerangka dasar yang melandasi praktik pendidikan. Hal senada dikatakan Samuel Shermi: Semua isu-isu kependidikan pada puncaknya bersifat filosofis (Knight, 2007: 28-46,58,230). Kiranya dapat dipahami bahwa filsafat dan pendidikan memiliki hubungan yang berkait, filsafat menjadi kerangka dasar yang melandasi praktik pendidikan, dan pendidikan menjadi media aktualisasi konsep-konsep filsafat. Pendidikan akan selalu berdialog dengan filsafat karena pendidikan yang terus berkembang membutuhkan kerangka dasar atau konsep demi eksis dan majunya pendidikan. Begitu pula sebaliknya filsafat akan bergandengan dengan pendidikan karena pendidikan menjadi piranti dalam mengejawantahkan konsep-konsepnya.
3. Hubungan Filsafat Pendidikan dengan Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan landasan bagi pelaksanaan pendidikan yang terus berkembang dinamis. Filsafat pendidikan merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan dan pelaksanaan pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan disiplin ilmu yang merumuskan kaidah2 nilai yang akan dijadikan ukuran tingkah laku manusia yang hidup ditengah-tengah masyarakat. (Jalaluddin, 2007:166,162). Tidak jauh berbeda yang dikatakan John S. Brubacher: Terhadap filsafat, … pendidikan itu harus menantikan suatu pola untuk bertindak. Sebaliknya pemecahan masalah filsafat pendidikan sangat memerlukan suatu pendidikan (Djumransyah, 2006:41). Filsafat pendidikan dan pendidikan memiliki hubungan timbal-balik yang saling membangun dan menguntungkan untuk kemajuan dunia pendidikan yang terus berkembang pesat; filsafat pendidikan sebagai landasan filosofis, kaidah nilai dan pola pelaksanaan pendidikan, dan pendidikan menjadi bahan pemecahan filsafat pendidikan.
G. Aspek Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pendidikan
1. Aspek Ontlogi Pendidikan
Pendidikan dalam hubungannya dengan asal usul, eksistensi dan tujuan hidup manusia; pendidikan suatu proses menumbuhkembangkan, dan membimbing (berkesinambungan) potensi manusia. Sasarannya menumbuhkan kesadaran atas eksistensi manusia yang berasal-usul dan bertujuan, sehingga membuahkan “kecerdasan spritual”. Kecerdasan spiritual dijadikan fondasi eksistensi manusia agar berlangsung dalam dinamika perkembangan secara konstan berdasarkan kesadaran mendalam tentang hakikat asal usul dan tujuan kehidupnnya. Ontologi Pendidikan menurut Tingkat Keberadaan: 1) Esensi abstrak pendidikan; 2) Esensi potensial pendidikan; dan 3) Esensi konkrit pendidikan (Suhartono, 2007: 112-114). Esensi abstrak pendidikan bernilai universal artinya mutlak adanya dan berlaku bagi manusia siapa pun, kapan pun dan di mana pun. Sasarannya pemanusiaan manusia. Esensi potensial pendidikan, Pendidikan: suatu daya yang mampu membuat manusia berada di dalam kepribadiannya sebagai manusia, bukan makhluk lain. Pendidikan menumbuhkembangkan “kecerdasan inteligensia”. Eseensi konkrit pendidikan, Pendidikan: suatu daya yang mampu membuat setiap manusia individu berkesadaran utuh terhadap hakikat keberadaanya berdasar nilai asal usul dan tujuan kehidupannya. Berdasar kecerdasan spritual dan kecerdasan intelektual, hakikat konkrit pendidikan menekankan pada “kecerdasan emosional” yaitu kemampuan individu dalam mengendalikan perilakunya agar senantiasa sesuai dengan nilai asal usul dan tujuan kehidupan. Potensi manusia ditumbuhkan secara seimbang dan terpadu agar spirit manusia semakin cerdas. Manusia yang eksis dalam kecerdasan spiritualnya cenderung berwawasan luas dan mendalam, yang membuka untuk memasuki dunia transenden.
2. Aspek Epistemologi Pendidikan
Kebenaran pendidikan menunjuk pada output atau hasil dari sebuah rangkaian penyelenggaraan pendidikan. Kebenaran pendidikan dapat diukur menurut standar keilmuan, yaitu keterpaduan antara (kebenaran) bentuk dan (kebenaran) materi. Jika bentuk dan materi terpadu utuh, pendidikan benar adanya. Kebenaran bentuk diukur dengan keberhasilan menyelesaikan jenjang pendidikan formal, sedang kebenaran materi diukur sejauh mana di dalam diri seorang individu tumbuh potensi ilmu pengetahuan. Tujuan pendidikan “kecerdasan intelektual” (Suhartono, 2007: 129). Kecerdasan intelektual ini berupa, kreativitas, kecakapan dan ketrampilan, yang sumbernya kebenaran ilmiah. Kebenaran ilmiah menjadi landasan terbentuknya watak dan sikap ilmiah. Sikap yang memandang dan menilai sesuai dengan kacamatanya, sehingga tidak ada penafsiran manipulative pada obyek.
3. Aspek Aksiologi (Etika) Pendidikan
Aksiologi (etika) pendidikan, sasaran utamanya menumbuhkan nilai kebaikan dalam perilaku manusia sehingga menjadi matang dan cerdas (kecerdasan emosional). Kecerdasan emosional adalah perlaku yang mengandung kebenaran, dan syarat dengan kebijaksanaan. Kecerdasan emosional adalah sebuah perilaku yang dibangun menurut dasar ontologi dan epistemologi pendidikan (Suhartono, 2007: 140). Kecerdasan spiritual menjadi basis dari kecerdasan intelegensi dan kecerdasan emosional. Tanggung jawab pencerdasan emosioanal selain keluarga, institusi pendidikan, juga masayakat. Masyarakat merupakan keseluruhan entitas social sehingga memiliki peran sentral dalam pencerdasan emosional. Meskipun ketiga komponen tersebut bertanggung jawab atas pencerdasan emosional tapi pada hakekatnya pencerdasan emosional berada pada individu masing-masing, yang merupakan makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan.



I. Aliran-aliran atau Mazhab-mazhab Filsafat Pendidikan
Alran-aliran atau mazhab-mazhab filsafat pendidikan yang akan diusung di sini yakni, idealisme, realisme, materialisme, pragmatisme, progresivisme, esensialisme, perenialisme, eksistensialisme, rekonstruksionisme, dan konstruktivisme.
1. Idealisme
Idealisme memandang bahwa realitas akhir itu roh bukan materia atau bukan pisik.Dunia kenyataan merupakan manifestasi dari realitas. Hakikat manusia adalah jiwanya, rohaninya; yang menggerakan semua aktivitas manusia. Sementara memandang pengetahuan yang benar itu hasil akal belaka. Dan manusia dapat memperoleh kebenaran sejati dan pengetahuan realitas karena realitas hakikatnya spiritual. Sedang nilai bagi paham ini dikatakan nilai itu tetapn nilai tidak dicipta manusia, melainkan bagian dari alam semesta.
Pendidikan dalam pandangan idealisme merupakan proses abadi dari proses penyesuaian dan perkembangan mental maupun pisik, bebas dan sadar terhadap Tuhan, dimanisfestasikan dalam lingkungan intelektual, emosional, dan berkemauan. Pendidikan merupakan pertumbuhan ke arah tujuan, yaitu pribadi manusia yang ideal (Sadullah, 2007:101). Mengenai kurikulum, pendidikan liberal untuk pengembangan rasional dan pendidikan praktis. Adapun mengenai pembelajaran, Guru harus memandang peserta didik sebagai tujuan bukan alat. Guru harus membimbing, dan mengajarkan nilai-nilai yang tetap, abadi dan pelaksanaannya harus bersesuaian dengan pencipta alam semesta. Sehingga peserta didik mampu mencapai dunia cita, dan menikmati kehidupan abadi.
Tokoh-tokoh aliran ini adalah : Plato (477-347), B. Spinoza (1632-1677 M), Liebniz (1685-1753 M), Berkeley (1685-1753), Immanuel Kant(1724-1881 M), J. Fichte (1762-1814 M), F.Schelling (1755-1854 M), dan G. Hegel (1770-1831 M)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar