A.
Pendahuluan
Waktu
terus berjalan, pendidikan pun terus berkembang bersama hiruk pikuk hidup dan
kehidupan insan. Problem-problem pendidikan pun bermunculan begitu cepat
secepat cendawan tumbuh di musim hujan. Ilmu pendidikan bertanggungjawab untuk memecahkan
problem-problem tersebut, untuk itu tidaklah ringan tanggung jawab yang
diembannya karena begitu kompleks problem-problem yang ada di dunia pendidikan.
Tak jarang ilmu pendidikan pun meminta pertolongan pada pihak lain, pihak
filsafat pendidikan karena problem yang dihadapi berada di luar kaplingnya dan
sudah memasuki wilayah atau lingkaran hakikat. Manakala problem pendidikan
memasuki lingkaran yang substansial atau filosofis kiranya ilmu pendidikan
menyerahkan garapan itu pada filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan akan
menjawab secara filosofis atas pertanyaan filosofis yang muncul dari belahan
dunia pendidikan. Ontologi, epistemologi dan aksiologi akan menjadi piranti
meneropong belantara yang penuh pohon problem pendidikan, yang terus tumbuh
dari waktu ke waktu, dan tak pernah habis, kemudian filsafat pendidikan
menatanya rapi dan komprehensip. Lebih dari itu filsafat pendidikan menjadi
landasan pemikiran pendidikan yang melahirkan rumusan dasar-dasar atau
azas-azas pendidikan. Filsafat pendidikan juga memberi arah perjalanan kemajuan
pendidikan dan sekaligus mengoreksi kekurangannya guna mencapai tujuan
pendidikan yang dicita-citakan.
B.
Pengertian Filsafat Pendidikan
Menurut
A. Chaedar Alwasilah: Filsafat Pendidikan adalah studi ihwal tujuan, hakikat,
dan isi yang ideal dari pendidikan (Chaedar, 2008:101). Al-Syaibany: Filsafat
Pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat
sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan.
Hal senada dikatakan Hasan Langgulung: Filsafat Pendidikan adalah aktivitas
pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun
proses pendidikan, menyelaraskan, mengharmoniskan, dan menerapkan nilai-nilai
dan tujuan-tujuan yang ingin dicapainya (Jalaluddin, 2007:19,158). Sedang
George R. Knight mengatakan: Filsafat Pendidikan tidak berbeda dengan filsafat
umum, ia merupakan filsafat umum yang diterapkan pada pendidikan sebagai sebuah
filsafat spesifik dari usaha serius manusia (Knight, 2007:21). Sementara Imam
Barnadib mengatakan: Filsafat Pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya
merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam lapangan pendidikan
(Barnadib, 1986:14). Berdasar pemikiran di atas dapat disimpulkan bahwa
filsafat pendidikan adalah ilmu yang membahas pendidikan secara filosofi, atau
ilmu yang membahas secara filosofi mengenai pendidikan.
C.
Ruang Lingkup Bahasan Filsafat Pendidikan
Pendidikan
yang menjadi sarana mencerdaskan dan mencerahkan manusia sangatlah luas lingkup
bahasannya, filsafat pendidikan pun tidak jauh berbeda lingkup bahasannya.
Lingkup bahasan atau obyek filsafat pendidikan sangat luas, seluas aspek
pendidikan dan aspek yang berkait. Semua aspek yang berhubungan dengan upaya
manusia untuk mengerti dan atau memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang
berhubungan bagaimana pelaksanaan pendidikan yang baik, dan bagaimana tujuan
pendidikan dapat dicapai sesuai yang dicita-citakan (Jalaluddin, 2007:25).
Jelas kiranya bahwa lingkup bahasan filsafat pendidikan itu aspek-aspek yang
berhubungan dengan pendidikan, seperti: hakekat dasar, tujuan, isi dan
kebijakan serta penyelanggaraan pendidikan. Oleh karena itu bahasan filsafat
pendidikan sangatlah luas dan pelik.
D.
Peranan dan Fungsi Filsafat Pendidikan
1.
Peranan Filsafat Pendidikan
Tidak
dapat dinafikan setiap ilmu yang telah lahir di muka bumi tentulah memiliki
arti dan fungsi bagi kehidupan manusia. Begitu pula filsafat pendidikan suatu
ilmu yang memiliki peranan dan fungsi dalam kehidupan khususnya kehidupan dunia
pendidikan.
Menurut
Jalaluddin & Abdullah Idi peran filsafat pendidikan: 1) Landasan filosofis
yang menjiwai seluruh kebijakan dan pelaksanaan pendidikan; 2) Pemberi arah dan
pedoman bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh
bagi tegaknya sistem pendidikan. (Jalaluddin, 2007:29-33).
Filsafat
Pendidikan memiliki peranan yang penting karena filsafat pendidikan menjadi
landasan filosofis dan pemberi arah untuk usaha-usaha perbaikan, kemajuan dan
tetap eksisnya pendidikan. Tanpa landasan dan arahan, penyelenggaraan
pendidikan sangat sulit untuk mencapai tujuan pendidikan yang direncanakan.
Landasan yang kuat sangat dperlukan bagi para pembangun bangunan pendidikan
selanjutnya agar bangunannya menjadi kokoh dan eksis selamanya.
2.
Fungsi Filsafat Pendidikan
Filsafat
pendidikan di samping memiliki peranan yang strategis, juga memiliki fungsi
yang penting dalam dunia pendidikan, dunia yang mampu merubah karakter manusia,
dan mendewasakan manusia, serta dunia yang memanusiakan manusia.
Fungsi
filsafat pendidikan sebagai berikut: 1) Merumuskan dasar-dasar dan tujuan
pendidikan, sifat dan hakikat manusia serta pendidikan, dan isi moral (sistem)
nilai pendidikan; 2) Merumuskan teori, bentuk, dan sistem pendidikan, mencakup
kepemimpinan, pendidikan, politik pendidikan, bahan pendidikan, metodologi
pendidikan dan pengajaran, pola-pola akulturasi serta peranan pendidikan dalam
pembangunan bangsa dan negara; 3) Merumuskan hubungan antara agama, filsafat,
filsafat pendidikan, teori pendidikan dan kebudayaan (Jalaluddin, 2007:159).
Filsafat
pendidikan memiliki fungsi merumuskan dasar dan tujuan pendidikan, merumuskan
teori, bentuk dan sistem pendidikan serta merumuskan hubungannya dengan agama
dan kebudayaan. Fungsi filsafat pendidikan sangat strategis karena merumuskan
masalah-masalah mendasar yang berkait dengan dunia pendidikan dan hubungannya
dengan pembangunan bangsa dan negara. Dasar dan tujuan pendidikan yang jelas
akan memudahkan dalam penyelenggaraan pendidikan, dan dapat menjadi parameter
akan tercapai tidaknya apa yang dicita-citakan.
E.
Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan, Filsafat dengan Pendidikan, dan
Filsafat Pendidikan dengan Pendidikan
1.
Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan
Manusia
yang memikirkan pendidikan, dan sekaligus manusia menjadi subyek pendidikan.
Pemikiran manusia yang mendalam dan sistematik akan melahirkan suatu filsafat.
Dan Bila pendidikan menjadi obyek bahasannya lahirlah filasafat pendidikan
Dengan kata lain filsafat dengan filsafat pendidikan memiliki hubungan yang
tidak dapat dipisahkan; sebagaimana dikatakan Hasan Langgulung: Filsafat
Pendidikan adalah penerapan metode dan pandangan filsafat dalam bidang
pengalaman manusia yang disebuntukan pendidikan (Jalaluddin, 2007:31). Hal
senada diungkapkan Imam Barnadib: Filsafat Pendidikan ialah ilmu pendidikan
yang bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam pemikiran dan
pemecahan mengenai masalah pendidikan (Barnadib, 1986:7). Sejalan pula
dikatakan Kilpatrick: Berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu
usaha. Berfilsafat berarti memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan
cita-cita yang lebih baik. Sedangkan pendidikan atau mendidik adalah suatu
usaha merealisasikan nilai2 dan cita-cita dalam kehidupan dan kepribadian
manusia (Djumransyah, 2006:42). Begitu juga dituturkan John Dewey: Filsafat
merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum mengenai
pendidikan (Jalaluddin, 2007:31). Kiranya tampak jelas bahwa Filsafat dan
filsafat pendidikan memiliki hubungan erat yang tidak dapat dipisahkan satu
dengan lainnya, filsafat melandasi dan melatarbelakangi lahirnya filsafat
pendidikan.
2.
Hubungan Filsafat dengan Pendidikan
Menurut
George R. Knight: Pendidikan tidak dapat menghindari dunia metafisis, metafisis
kajian tentang realitas, adalah pusat bagi konsep apa pun dari pendidikan.
Kepercayaan metafisis yang berbeda membawa ke arah pendidikan yang berbeda
pula, bahkan memilahkan sisitem-sistem pendidikan. Sistem-sistem pendidikan
bersinggungan dengan pengetahuan, dan karena itu epistemologi merupakan
determinan utama paham-paham dan praktek-praktek pendidikan. Sementara E.F.
Sumacher: tanpa adanya penekanan ulang perhatian aksiologi, pendidikan akan
terbukti sebagai agen penghancuran daripada sebagai sumber pembangunan. Adapun
George R. Knight mengatakan: Konsep-konsep tentang realitas, kebenaran dan
nilai merupakan kandungan isi filsafat, oleh karenanya filsafat adalah kerangka
dasar yang melandasi praktik pendidikan. Hal senada dikatakan Samuel Shermi:
Semua isu-isu kependidikan pada puncaknya bersifat filosofis (Knight, 2007:
28-46,58,230). Kiranya dapat dipahami bahwa filsafat dan pendidikan memiliki
hubungan yang berkait, filsafat menjadi kerangka dasar yang melandasi praktik
pendidikan, dan pendidikan menjadi media aktualisasi konsep-konsep filsafat.
Pendidikan akan selalu berdialog dengan filsafat karena pendidikan yang terus
berkembang membutuhkan kerangka dasar atau konsep demi eksis dan majunya
pendidikan. Begitu pula sebaliknya filsafat akan bergandengan dengan pendidikan
karena pendidikan menjadi piranti dalam mengejawantahkan konsep-konsepnya.
3.
Hubungan Filsafat Pendidikan dengan Pendidikan
Filsafat
pendidikan merupakan landasan bagi pelaksanaan pendidikan yang terus berkembang
dinamis. Filsafat pendidikan merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh
kebijaksanaan dan pelaksanaan pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan
disiplin ilmu yang merumuskan kaidah2 nilai yang akan dijadikan ukuran tingkah
laku manusia yang hidup ditengah-tengah masyarakat. (Jalaluddin, 2007:166,162).
Tidak jauh berbeda yang dikatakan John S. Brubacher: Terhadap filsafat, …
pendidikan itu harus menantikan suatu pola untuk bertindak. Sebaliknya
pemecahan masalah filsafat pendidikan sangat memerlukan suatu pendidikan
(Djumransyah, 2006:41). Filsafat pendidikan dan pendidikan memiliki hubungan
timbal-balik yang saling membangun dan menguntungkan untuk kemajuan dunia
pendidikan yang terus berkembang pesat; filsafat pendidikan sebagai landasan
filosofis, kaidah nilai dan pola pelaksanaan pendidikan, dan pendidikan menjadi
bahan pemecahan filsafat pendidikan.
G.
Aspek Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pendidikan
1.
Aspek Ontlogi Pendidikan
Pendidikan
dalam hubungannya dengan asal usul, eksistensi dan tujuan hidup manusia;
pendidikan suatu proses menumbuhkembangkan, dan membimbing (berkesinambungan)
potensi manusia. Sasarannya menumbuhkan kesadaran atas eksistensi manusia yang
berasal-usul dan bertujuan, sehingga membuahkan “kecerdasan spritual”.
Kecerdasan spiritual dijadikan fondasi eksistensi manusia agar berlangsung
dalam dinamika perkembangan secara konstan berdasarkan kesadaran mendalam
tentang hakikat asal usul dan tujuan kehidupnnya. Ontologi Pendidikan menurut
Tingkat Keberadaan: 1) Esensi abstrak pendidikan; 2) Esensi potensial
pendidikan; dan 3) Esensi konkrit pendidikan (Suhartono, 2007: 112-114). Esensi
abstrak pendidikan bernilai universal artinya mutlak adanya dan berlaku bagi
manusia siapa pun, kapan pun dan di mana pun. Sasarannya pemanusiaan manusia.
Esensi potensial pendidikan, Pendidikan: suatu daya yang mampu membuat manusia
berada di dalam kepribadiannya sebagai manusia, bukan makhluk lain. Pendidikan
menumbuhkembangkan “kecerdasan inteligensia”. Eseensi konkrit pendidikan,
Pendidikan: suatu daya yang mampu membuat setiap manusia individu berkesadaran
utuh terhadap hakikat keberadaanya berdasar nilai asal usul dan tujuan kehidupannya.
Berdasar kecerdasan spritual dan kecerdasan intelektual, hakikat konkrit
pendidikan menekankan pada “kecerdasan emosional” yaitu kemampuan individu
dalam mengendalikan perilakunya agar senantiasa sesuai dengan nilai asal usul
dan tujuan kehidupan. Potensi manusia ditumbuhkan secara seimbang dan terpadu
agar spirit manusia semakin cerdas. Manusia yang eksis dalam kecerdasan
spiritualnya cenderung berwawasan luas dan mendalam, yang membuka untuk
memasuki dunia transenden.
2.
Aspek Epistemologi Pendidikan
Kebenaran
pendidikan menunjuk pada output atau hasil dari sebuah rangkaian
penyelenggaraan pendidikan. Kebenaran pendidikan dapat diukur menurut standar
keilmuan, yaitu keterpaduan antara (kebenaran) bentuk dan (kebenaran) materi.
Jika bentuk dan materi terpadu utuh, pendidikan benar adanya. Kebenaran bentuk
diukur dengan keberhasilan menyelesaikan jenjang pendidikan formal, sedang
kebenaran materi diukur sejauh mana di dalam diri seorang individu tumbuh
potensi ilmu pengetahuan. Tujuan pendidikan “kecerdasan intelektual”
(Suhartono, 2007: 129). Kecerdasan intelektual ini berupa, kreativitas,
kecakapan dan ketrampilan, yang sumbernya kebenaran ilmiah. Kebenaran ilmiah
menjadi landasan terbentuknya watak dan sikap ilmiah. Sikap yang memandang dan menilai
sesuai dengan kacamatanya, sehingga tidak ada penafsiran manipulative pada
obyek.
3.
Aspek Aksiologi (Etika) Pendidikan
Aksiologi
(etika) pendidikan, sasaran utamanya menumbuhkan nilai kebaikan dalam perilaku
manusia sehingga menjadi matang dan cerdas (kecerdasan emosional). Kecerdasan
emosional adalah perlaku yang mengandung kebenaran, dan syarat dengan
kebijaksanaan. Kecerdasan emosional adalah sebuah perilaku yang dibangun
menurut dasar ontologi dan epistemologi pendidikan (Suhartono, 2007: 140).
Kecerdasan spiritual menjadi basis dari kecerdasan intelegensi dan kecerdasan
emosional. Tanggung jawab pencerdasan emosioanal selain keluarga, institusi
pendidikan, juga masayakat. Masyarakat merupakan keseluruhan entitas social
sehingga memiliki peran sentral dalam pencerdasan emosional. Meskipun ketiga
komponen tersebut bertanggung jawab atas pencerdasan emosional tapi pada
hakekatnya pencerdasan emosional berada pada individu masing-masing, yang
merupakan makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan.
I.
Aliran-aliran atau Mazhab-mazhab Filsafat Pendidikan
Alran-aliran
atau mazhab-mazhab filsafat pendidikan yang akan diusung di sini yakni,
idealisme, realisme, materialisme, pragmatisme, progresivisme, esensialisme,
perenialisme, eksistensialisme, rekonstruksionisme, dan konstruktivisme.
1.
Idealisme
Idealisme
memandang bahwa realitas akhir itu roh bukan materia atau bukan pisik.Dunia
kenyataan merupakan manifestasi dari realitas. Hakikat manusia adalah jiwanya,
rohaninya; yang menggerakan semua aktivitas manusia. Sementara memandang
pengetahuan yang benar itu hasil akal belaka. Dan manusia dapat memperoleh
kebenaran sejati dan pengetahuan realitas karena realitas hakikatnya spiritual.
Sedang nilai bagi paham ini dikatakan nilai itu tetapn nilai tidak dicipta
manusia, melainkan bagian dari alam semesta.
Pendidikan
dalam pandangan idealisme merupakan proses abadi dari proses penyesuaian dan
perkembangan mental maupun pisik, bebas dan sadar terhadap Tuhan,
dimanisfestasikan dalam lingkungan intelektual, emosional, dan berkemauan.
Pendidikan merupakan pertumbuhan ke arah tujuan, yaitu pribadi manusia yang
ideal (Sadullah, 2007:101). Mengenai kurikulum, pendidikan liberal untuk
pengembangan rasional dan pendidikan praktis. Adapun mengenai pembelajaran,
Guru harus memandang peserta didik sebagai tujuan bukan alat. Guru harus
membimbing, dan mengajarkan nilai-nilai yang tetap, abadi dan pelaksanaannya
harus bersesuaian dengan pencipta alam semesta. Sehingga peserta didik mampu
mencapai dunia cita, dan menikmati kehidupan abadi.
Tokoh-tokoh
aliran ini adalah : Plato (477-347), B. Spinoza (1632-1677 M), Liebniz
(1685-1753 M), Berkeley (1685-1753), Immanuel Kant(1724-1881 M), J. Fichte
(1762-1814 M), F.Schelling (1755-1854 M), dan G. Hegel (1770-1831 M)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar