Pembentukan Karakter Anak Didik
Menurut Ibn Khaldun ,sebagaimana yang dikutip oleh
Abuddin Nata, bahwa yang membedakan manusia dari binatang adalah karena manusia
berpikir dan binatang tidak. Dengan
pikiran itulah manusia bisa mencari penghidupannya, dan dapat bergaul dengan
sesamanya. Dari berpikir inilah timbulnya ilmu pengetahuan.
Setiap anak yang lahir ke dunia ini, dalam keadaan
fitrah ,tidak tahu apa-ap, tetapi ia dibekali Allah swt potensi untuk menerima
dan mengetahi semua yang ada dalam kehidupannya kelak. Potensi itu yang disebut
organ-organ tubuh. Setiap organ tubuh anak yang baru lahir di angga sangat
penting dilihat, dicermati dan dikembangkan oleh para ahli agar anak itu kelak
mampu beradabtasi, berkembang seperti perkembangan manusia pada umumnya yang
lahir terlebih dahulu. Semua organ tubuhnya berfungsi secara maksimal sesuai
fungsinya masing-masing.
Pemikiran pendidikan Ibn Khaldun berpijak pada asumsi
dasar bahwa manusia pada dasarnya “tidak tahu” (jahil), ia menjadi “tahu”
(‘alim) dengan belajar. Artinya ,manusia adalah jenis hewan, hanya saja Allah
telah memberinya keistimewaan akal pikir sehingga memungkinkannya bertindak
secara teratur dan terencana, yaitu berupa akal “pemilah” (al-‘Aql al-Tamyizi)
atau memungkinkannya mengetahui ragam pemikiran dan pendapat, ragam keuntungan
dan kerugian dalam tata relasi dengan sesama, yaitu berupa akal eksperimental
(al-‘Aql al-tajribi) atau juga menjadikannya mampu mengkonseptualisasikan
realitas empiris dan non empiris, yaitu berupa akal kritis. Akal pikir demikian
berkembang setelah manusia memenuhi kondisi sempurna “kehewanan” yaitu
berkembang sejak usia tamyiz. Sebelum usia ini, manusia tidak mempunyai
pengetahuan dan secara umum bisa dikategorikan sebagai “hewan” karena terdapat
kesamaan dalam proses kejadiannya dari sperma, segumpal darah, sekerat daging
dan seterusnya. Jadi pemberian Tuhan
pada manusia berupa cerapan inderawi dan penalaran itulah yang disebut akal
pikir.
Ada juga pertimbangan bakat yang sering terlupakan
untuk dijadikan refrensi membentuk karakter seorang anak. maka ,tidak
mengherankan jika kita sering mendengar pernyataan orang bahwa “Saya belum
menjadi diri saya sendiri’ atau “Kamu harus menjadi dirimu sendiri, jangan
menjadi orang lain”. Dalam tataran pendidikan, Ibn Khaldun berusaha
menyelesaikan masalah yang hingga kini masih diperdebatkan, yaitu mengenai
apakah prestasi dan keberhasilan dalam pembelajaran (pengajaran) itu hal yang
bersifat bakat bawaan (muhabah) atau kemampuan hasil belajar. Ia tampaknya
cenderung pada pendapat terakhir (kemampuan hasil belajar, sebagaimana
dinyatakan :
“Sesungguhnya kemampuan dalam ilmu dan pemahaman
mendalam terhadapnya hanya bisa dicapai dengan penguasaan penuh/
profesionalitas (malakah)”.
Dengan demikian menurut Ibn Khaldun, prestasi atau
keberhasilan dalam pembelajaran adalah malakah (profesionalitas), dan karenanya
terbentuk melalui proses latihan dan keseriusan, bukan bakat bawaan yang begitu
saja dimiliki.
Menurut penulis, apa yang di paparkan oleh Ibn Khaldun
berkaitan dengan keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan adalah karena
faktor profesionalitas, ini menegaskan bahwa para pendidik juga berperan
penting dan berada di garda terdepan dalam pembentukan karakter peserta didik.
Demi itu semua, para orang tua rela bekerja keras
tanpa mengenal lelah untuk mendapatkan uang “demi anak”. apa sesungguhnya
tujuan orang tua mensekolahkan anaknya bisa : (1) pintar, (2) baik, (3)
berhasil, (4) bermanfaat kepada orang lain. Ketika anak berada di lembaga
pendidikan, dalam proses pembelajaran di sekolah, atau pendidikan tinggi, maka
guru atau dosen adalah pihak yang menentukan apakah pembinaan, pembentukan, dan
pengembangan seorang anak didik terjadi atau tidak. Sebagai penentu ,maka
seorang pendidik harus memiliki berbagai cara dan inspirasi untuk
mewujudkannya.
Dalam pendidikan karakter di sekolah/madrasah, semua
komponen (stakeholder) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen yang ada
dalam sistem pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, rencana pembelajaran,
proses pembelajaran, mekanisme penilaian, kualitas hubungan, pengelolaan
pembelajaran, pengelolaan sekolah atau madrasah, pelaksanaan pengembangan diri
peserta didik, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, serta etos kerja
seluruh warga dan lingkungan sekolah/madrasah.
Pada umumnya pendidikan karakter menekankan pada
keteladanan,penciptaan lingkungan dan pembiasaan, melalui perbagai tugas
keilmuan dan kegiatan kondusif. Dengan demikian apa yang dilihat, didengar
,dirasakan dan dikerjakan oleh peserta didik dapat membentuk karakter mereka.
Selain menjadikan keteladanan dan pembiasaan sebagai metode pendidikan
utama.penciptaan iklim dan budaya serta lingkungan yang kondusif juga sangat
penting dan turut membentuk karakter peserta didik.
Penciptaan lingkungan yang kondusif dapat dilakukan melalui berbagai
variasi metode sebagai berikut :
1
Penugasan
2
Pembiasaan
3
Pelatihan
4
Pembelajaran
5
Pengarahan ,dan
6
Keteladanan
Berbagai metode tersebut mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam pembentukan karakter peserta didik.
Berdasarkan uraian tersebut, maka upaya itu semua akan
maksimal hasilnya bila memperoleh dukungan dan contoh yang benar dari mereka
yang memilki pengaruh, kharisma, otoritas apalagi berhubungan dengan lembaga
pendidikan dan jenjang sekolah atau pendidikan tinggi yang bersangkutan. Pada
saat inilah sesungguhnya mulai tersemainya karakter-karakter yang terbaik
sebagaimana yang di harapkan masyarakat luas. Karakter siapapun merupakan bahan
material yang bisa diupayakan untuk diubah dan dibentuk. Apalagi ditangani oleh
seorang pendidik atau dosen yang konsisten di bidang tugas utamanya sebagai
pendidik, dengan keteladanan dan ilmunya mereka bisa melakukannya. Dengan
asumsi yang kuat seperti itu harus pula diupayakan dengan penguasaan ilmu yang
relevan, program yang jelas, kurikulum yang humanistik dan lembaga yang
terpercaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar