Senin, 28 Desember 2015

artikel Pembentukan Karakter Anak Didik



   Pembentukan Karakter Anak Didik
Menurut Ibn Khaldun ,sebagaimana yang dikutip oleh Abuddin Nata, bahwa yang membedakan manusia dari binatang adalah karena manusia berpikir dan binatang tidak.  Dengan pikiran itulah manusia bisa mencari penghidupannya, dan dapat bergaul dengan sesamanya. Dari berpikir inilah timbulnya ilmu pengetahuan.
Setiap anak yang lahir ke dunia ini, dalam keadaan fitrah ,tidak tahu apa-ap, tetapi ia dibekali Allah swt potensi untuk menerima dan mengetahi semua yang ada dalam kehidupannya kelak. Potensi itu yang disebut organ-organ tubuh. Setiap organ tubuh anak yang baru lahir di angga sangat penting dilihat, dicermati dan dikembangkan oleh para ahli agar anak itu kelak mampu beradabtasi, berkembang seperti perkembangan manusia pada umumnya yang lahir terlebih dahulu. Semua organ tubuhnya berfungsi secara maksimal sesuai fungsinya masing-masing.
Pemikiran pendidikan Ibn Khaldun berpijak pada asumsi dasar bahwa manusia pada dasarnya “tidak tahu” (jahil), ia menjadi “tahu” (‘alim) dengan belajar. Artinya ,manusia adalah jenis hewan, hanya saja Allah telah memberinya keistimewaan akal pikir sehingga memungkinkannya bertindak secara teratur dan terencana, yaitu berupa akal “pemilah” (al-‘Aql al-Tamyizi) atau memungkinkannya mengetahui ragam pemikiran dan pendapat, ragam keuntungan dan kerugian dalam tata relasi dengan sesama, yaitu berupa akal eksperimental (al-‘Aql al-tajribi) atau juga menjadikannya mampu mengkonseptualisasikan realitas empiris dan non empiris, yaitu berupa akal kritis. Akal pikir demikian berkembang setelah manusia memenuhi kondisi sempurna “kehewanan” yaitu berkembang sejak usia tamyiz. Sebelum usia ini, manusia tidak mempunyai pengetahuan dan secara umum bisa dikategorikan sebagai “hewan” karena terdapat kesamaan dalam proses kejadiannya dari sperma, segumpal darah, sekerat daging dan seterusnya. Jadi  pemberian Tuhan pada manusia berupa cerapan inderawi dan penalaran itulah yang disebut akal pikir.
Ada juga pertimbangan bakat yang sering terlupakan untuk dijadikan refrensi membentuk karakter seorang anak. maka ,tidak mengherankan jika kita sering mendengar pernyataan orang bahwa “Saya belum menjadi diri saya sendiri’ atau “Kamu harus menjadi dirimu sendiri, jangan menjadi orang lain”. Dalam tataran pendidikan, Ibn Khaldun berusaha menyelesaikan masalah yang hingga kini masih diperdebatkan, yaitu mengenai apakah prestasi dan keberhasilan dalam pembelajaran (pengajaran) itu hal yang bersifat bakat bawaan (muhabah) atau kemampuan hasil belajar. Ia tampaknya cenderung pada pendapat terakhir (kemampuan hasil belajar, sebagaimana dinyatakan :
“Sesungguhnya kemampuan dalam ilmu dan pemahaman mendalam terhadapnya hanya bisa dicapai dengan penguasaan penuh/ profesionalitas (malakah)”.
Dengan demikian menurut Ibn Khaldun, prestasi atau keberhasilan dalam pembelajaran adalah malakah (profesionalitas), dan karenanya terbentuk melalui proses latihan dan keseriusan, bukan bakat bawaan yang begitu saja dimiliki.
Menurut penulis, apa yang di paparkan oleh Ibn Khaldun berkaitan dengan keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan adalah karena faktor profesionalitas, ini menegaskan bahwa para pendidik juga berperan penting dan berada di garda terdepan dalam pembentukan karakter peserta didik.
Demi itu semua, para orang tua rela bekerja keras tanpa mengenal lelah untuk mendapatkan uang “demi anak”. apa sesungguhnya tujuan orang tua mensekolahkan anaknya bisa : (1) pintar, (2) baik, (3) berhasil, (4) bermanfaat kepada orang lain. Ketika anak berada di lembaga pendidikan, dalam proses pembelajaran di sekolah, atau pendidikan tinggi, maka guru atau dosen adalah pihak yang menentukan apakah pembinaan, pembentukan, dan pengembangan seorang anak didik terjadi atau tidak. Sebagai penentu ,maka seorang pendidik harus memiliki berbagai cara dan inspirasi untuk mewujudkannya.
Dalam pendidikan karakter di sekolah/madrasah, semua komponen (stakeholder) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen yang ada dalam sistem pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, rencana pembelajaran, proses pembelajaran, mekanisme penilaian, kualitas hubungan, pengelolaan pembelajaran, pengelolaan sekolah atau madrasah, pelaksanaan pengembangan diri peserta didik, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, serta etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah/madrasah.
Pada umumnya pendidikan karakter menekankan pada keteladanan,penciptaan lingkungan dan pembiasaan, melalui perbagai tugas keilmuan dan kegiatan kondusif. Dengan demikian apa yang dilihat, didengar ,dirasakan dan dikerjakan oleh peserta didik dapat membentuk karakter mereka. Selain menjadikan keteladanan dan pembiasaan sebagai metode pendidikan utama.penciptaan iklim dan budaya serta lingkungan yang kondusif juga sangat penting dan turut membentuk karakter peserta didik.
Penciptaan lingkungan yang kondusif dapat dilakukan melalui berbagai variasi metode sebagai berikut :
1        Penugasan
2        Pembiasaan
3        Pelatihan
4        Pembelajaran
5        Pengarahan ,dan
6        Keteladanan
Berbagai metode tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan karakter peserta didik.
Berdasarkan uraian tersebut, maka upaya itu semua akan maksimal hasilnya bila memperoleh dukungan dan contoh yang benar dari mereka yang memilki pengaruh, kharisma, otoritas apalagi berhubungan dengan lembaga pendidikan dan jenjang sekolah atau pendidikan tinggi yang bersangkutan. Pada saat inilah sesungguhnya mulai tersemainya karakter-karakter yang terbaik sebagaimana yang di harapkan masyarakat luas. Karakter siapapun merupakan bahan material yang bisa diupayakan untuk diubah dan dibentuk. Apalagi ditangani oleh seorang pendidik atau dosen yang konsisten di bidang tugas utamanya sebagai pendidik, dengan keteladanan dan ilmunya mereka bisa melakukannya. Dengan asumsi yang kuat seperti itu harus pula diupayakan dengan penguasaan ilmu yang relevan, program yang jelas, kurikulum yang humanistik dan lembaga yang terpercaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar