BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembentukan
kemampuan siswa di sekolah di pengaruhi oleh, proses belajar yang di tempuhnya.
Oleh karena itu, agar siswa memiliki kemampuan yang di harapkan proses belajar
harus di kendalikan oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku. Dengan
demikian, guru perlu memahami kurikulum yang berlaku. Proses belajar akan
terbentuk berdasarkan pandangan dan pemahaman guru tentang pengertian dan
hakikat belajar dan hakikat belajar mengajar. Agar proses belajar efektif, guru
harus memahami bahwa tugas dan peranannya dalam mengajar harus berfungsi
sebagai pembimbing, falsilitator, dan narasumber atau pemberi informasi. Proses
belajar tergantung pada pandangan guru terhadap makna belajar, karena semua
aktivitas siswa dalam belajar selalu berdasarkan skenario yang dikembangkan
oleh guru. Pandangan guru terhadap belajar selalu berkaitan dengan makna dan
operasionalisai tugas mengajar.
Pandangan
mengajar yang dianggap paling sesuai dengan kebutuhan dan hakikat belajar saat
ini adalah bahwa mengajar merupakan seatu proses membimbing, memberikan
informasi dan mengatur lingkungan sehingga terjadi proses belajr yang efektif.
Untuk mendukung semua itu, diperlukan pemahaman dan kemampuan guru yang
berkaitan dengan pengertian dan hakikat belajar, karakteristik belajar, tahapan
perkembangan anak, dan jenis kegiatan belajar di sekolah dasar.
B. Rumusan Masalah
Dengan
menimbang latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan, maka penulis
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1.
Apa
Pengertian Belajar?
2.
Bagaiman
Karakteristik Belajar di Sekolah Dasar?
3.
Bagaimana
Tahapan Perkembangan Anak Sekolah Dasar?
4.
Apa
saja peran guru dalam proses pembelajaran?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini
adalah:
1.
Untuk
Mengetahui definisi belajar.
2.
Untuk
mengetahui karakteristik belajar di sekolah.
3.
Untuk
mengetahui tahapan perkembangan anak sekolah dasar.
4.
Untuk
mengetahui peran guru dalam proses pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
1. 1
Definisi Belajar
Menurut definisi lama, yang dimaksud
dengan belajar adalah menambah dan mengumpulkan pengetahuan. Yang diutamakan
dalam definisi ini adalah penguasaaan pengetahuan sebanyak banyak nya untuk
untuk menjadi cerdas atau membentuk intelektual, sedangkan sikap dan
keterampilan diabaikan. Siswa lebih banyak menerima atau lebih banyak menghafal
pengetahuan yang diberikan melalui beberapa mata pelajaran, bahkan hanya
mengingat-ingat semua pengetahuan yang dibacanya. Jadi, hasil bacaan
diulang-ulang kemudian diekspresikan secara otomatis. Akibat cara belajar
seperti ini aspek pemahaman siswa kurang diperhatikan karena lebih diutamakan
hasil hafalan atau penerimaan informasi yang berkaitan dengan stimulus dan
respon (S-R) yang dibangun.
Pendapat modern yang muncul pada abad
19 menganggap bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku (a change in
behaviour). Ernest R. Hilgard (1948) menyatakan bahwa lerning is the proses by which an activity originates or is changed
through training procedures (whether in the laboratory or in the natural
environment) as distinguished from changes by factor not atrisutable to
training. Jadi, belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang
diperoleh melalui latihan dan perubahan itu disebabkan kerena ada dukungan dari
lingkungan yang positive yang menyebabkan terjadinya interaksi edukatif.
Perubahan tersebut terjadi secara menyeluruh meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Tetapi kadang-kadang hanya Nampak salah satu domain saja. Perubahan belajar itu
sendiri tidak berdasarkan naluri tetapi melalui proses latihan, lain halnya
seperti burung pandai membuat sarang itu bukan karena berkat hasil belajar.
Pendapat lain mengemukakan bahwa belajar adalah proses pengalaman (learning is experiencing), artinya
belajar itu suatu proses interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dalam
interaksi tersebut terjadi proses mental, intelektual, dan emosional yang pada
akhirnya menjadi suatu sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dimilikinya.
1. 2
Hakikat Belajar
Belajar dapat dikatakan sebagai suatu
proses artinya dalam belajar akan terjadi proses melihat, membuat, mengamati,
menyelesaikan masalah atau persoalan menyimak, dan latihan. Itu sebabnya, dalam
proses belajar, guru harus dapat membimbing dan memfasilitasi siswa supaya
siswa dapat melakukan proses-proses tersebut. Proses belajar harus diupayakan
secara efektif agar terjadi adanya perubahan tingkah laku siswa yang disebabkan
oleh proses proses tersebut. Jadi, seseorang dapat dikatakan belajar karena
adanya indikasi melakukan proses tersebut secara sadar dan menghasilkan
perubahan tingkah laku siswa yang diperoleh berdasarkan interaksi dengan
lingkungan. Perwujudan perubahan tingkah laku dari hasil belajar adalah adanya
peningkatan kemampuan siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Perubahan tersebut sebagai perubahan yang disadari, relative bersifat permanen,
kontinu, dan fungsional.
Belajar akan terjadi apabila terjadi
proses interaksi dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah narasumber,
teman, guru, situasi dan kondisi nyata, lingkungan alam, lingkungan buatan dan
lain-lain yang dapat dijadikan sumber belajar siswa. Dalam hal inilah peran
guru sebagai fasilitator dan pembimbing harus dapat berfungsi secara optimal.
Ada 4 pilar yang perlu diperhatikan dalam belajar
yaitu learning to know, learning to do,
learning to live together, dan learning to be.
Learning to know artinya belajar untuk mengetahui yang
menjadi target dalam belajar adalah adanya proses pemahaman sehingga belajar
tersebut dapat mengantarkan siswa untuk mengetahui dan memahami substansi
materi yang dipelajariya. Belajar itu sendiri harus digambarkan sebagai suatu
peristiwa yang dapat merangsang rasa ingin tahu siswa sehingga siswa harus
merasa bahwa belajar itu sebagai proses yang berkelanjutan.
Learning tob do artinya belajar untuk berbuat, yang
menjadi target dalam belajar adalah adanya proses melakukan atau proses
berbuat. Dalam hal ini siswa harus mengerjakan, menerapkan, menyelesaikan
persoalan, melakukan eksperimen, penyelidikan, penemuan, pengamatan, simulasi
dan sejenisnya.
Learning to live
together artinya
belajar untuk hidup bersamayang menjadi target dalam belajar adalah siswa memiliki
kemampuan untuk hidup bersama atau mampu hidup dalam kelompok. Dalam hal ini
siswa harus dibekali pengalaman pengalaman melakukan tanggung jawab dalam
kelompok, serta memahami dan merasakan kesulitan orang lain.
Learning to be artinya
belajar untuk menjadi, yang menjadi target dalam belajar adalah mengantarkan
siswa menjadi individu yang utuh sesuai dengan potensi, bakat, minat dan
kemampuannya. Hasil belajar yang diperoleh benar benar bermakna dalam
kehidpannya maupun bagi kehidupan orang lain, sehingga dapat menghantarkan
siswa menjadi manusia yang mandiri yang mampu mengenal, mengarahkan dan
merencanakan dirinya sendiri. Semua itu harus dapat diterapkan pada proses
belajar di Sekolah Dasar baik dalam kelas maupun diluar kelas.
1. 3
Karakteristik Proses Di Sekolah Dasar
Belajar
A.
Proses Belajar Berdasarkan Teori dan Tipe
Belajar
Belajar
merupakan suatu kegiatan pemrosesan kognitif, keterampilan dan sikap. Pebelajar
(siswa) sepenuhnya harus melakukan upaya mengubah perilaku melalui pengalaman,
latihan maupun kegiatan-kegiatan lain yang dianggap efektif sebagai proses
untuk mengubah perilaku.
a.
Teori Belajar
Ada beberapa belajar yang dikaji sebagai bahan pertimbangan
dalam pelaksanaan proses belajar di Sekolah Dasar.
1)
Teori
Belajar Displin Mental
Karakteristik teori belajar ini menganut prinsip bahwa
manusia memiliki sejumlah daya mental seperti daya untuk mengamati, menanggapi,
mengingat, berpikir dan sebagainya yang dapat dilatih dan didisplinkan. Proses
belajar berpikir, mengamati dan mengingat dapat dilakukan siswa SD kelas
rendah, yang meliputi a) belajar mengidentifikasi ciri-ciri karakteristik suatu
benda atau kejadian, misalnya; “menguraikan atau menjelaskan ciri-ciri tumbuhan
hijau”. b) menyebutkan kembali nama-nama ibu kota provinsi di Indonesia. Belajar
itu sendiri merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki
individu. Potensi-potensi yang dimiliki individu dapat dikembangkan secara
optimal melalui kegiatan belajar.
2)
Teori
Belajar Asosiasi
Rumpun teori belajar ini identik dengan teori behaviorisme
yang biasa disebut S-R Bond. Teori belajar asosiasi ini berdasarkan pada
perubahan tingkah laku yang menekankan pola perilaku baru yang diulang-ulang
sehingga menjadi aktivitas yang otomatis. Dalam teori ini, belajar lebih
mengutamakan stimulus-respons yang membetuk kemampuan siswa secara spesifik dan
terkontrol. Hukuman (punishment) dan ganjaran (reward) merupakan
penguatan (reinforcement) yang dipakai. Pelopor aliran ini diantaranya
Edward L. Thorndike.
3)
Teori
Insight
Menurut teori ini belajar adalah mengubah pemahaman siswa.
Perubahan ini akan terjadi apabila siswa menggunakan lingkungan. Belajar adalah
suatu proses yang bersifat eksploratif, imajinatif, dan kreatif. Belajar selalu
diarahkan untuk mengembangkan kemampuan tingkat tinggi yaitu berpikir tinggi.
4)
Teori
belajar Gestalt
Menurut teori belajar ini siswa merupakan individu yang utuh.
Oleh karenanya, belajar lebih mengutamakan keseluruhan, kemudia melihat
bagian-bagiannya yang mengandung makna dan hubungan. Pembelajaran selalu
diberikan dalam bentuk problematik, aktual dan nyata (sedang terjadi saat ini
maupun saat yang akan datang).
Siswa belajar melakukan pemecahan masalah (problem solving),
melakukan penyelidikan (inquiry), melakukan penemuan (discovery) dan kajian
(investigation).
Dalam prakteknya penerapan teori belajar tersebut digunakan
bercampur, tidak murni satu per satu.
b.
Tipe
Belajar
Untuk mencapai proses dan hasil belajar yang optimal kita
perlu mengenal beberapa tipe belajar yang dikemukakan Gagne (1970). Menurut
Gagne ada 8 tipe belajar yang dapat dilakukan siswa, yaitu :
1)
Signal learning
(belajar melalui isyarat)
Belajar isyarat merupakan suatu tipe belajar yang dapat
membentuk perilaku melalui sinyal atau isyarat sehingga terbentuk sikap tertentu,
tetapi respons yang ditimbulkan dapat bersifat umum, tidak jelas bahkan
emosional.
2)
Stimulus-respon learning (belajar melalui rangsangan tindak balas).
Belajar stimulus-respons
merupakan suatu tipe belajar yang dapat membentuk perilaku melalui pengkondisian
stimulus untuk menghasilkan suatu tindak-balas (respons).
3)
Chaining learning (belajar melalui perangkaian)
Belajar chaining merupakan suatu tipe belajar yang
dapat membentuk perilaku melalui beberapa stimulus-respons (S-R) yang
berangkai; dalam bahasa contohnya “Ibu-Bapak”, “kampung-halaman”. Chaining
contoh; dari pulang tugas mengajar, buka sepatu, menyimpan tas, ganti baju,
makan dan seterusnya.
4)
Verbal association learning (belajar melalui perkaitan verbal)
Belajar verbal association merupakan suatu tipe belajar yang
dapat membentuk perilaku melalui perkaitan verbal. Perkaitan ini bisa dimulai
dari yang sederhana.
5)
Discrimination learning (belajar melalui membeda-bedakan)
Tipe belajar ini dapat membentuk prilaku melalui proses
membeda-bedakan objek yang abstrak maupun konkret. Sesuatu yang berkaitan
dengan ruang, bentuk, peristiwa, gambar dan lambang.
6)
Concept learning (belajar melalui konsep)
Tipe belajar ini dapat membentuk prilaku melalui pemahaman
terhadap sesuatu benda, peristiwa, kategori, golongan dan suatu kelompok. Yang
dimaksud konsep itu sendiri adalah karakteristik, atribut atau definisi sesuatu
objek. Konsep yang konkret dapat ditunjukkan bendanya sedangkan konsep yang
abstrak adalah konsep menurut definisi.
7)
Rule learning
(belajar melalui aturan-aturan)
Tipe belajar ini dapat membentuk prilaku melalui aturan.
Belajar melalui aturan merupakan proses belajar yang membentuk kemampuan siswa
supaya memahami aturan-aturan dan mampu menerapkannya. Belajar melalui aturan
berarti belajar melalui dalil-dalil, rumus-rumus, dan ketentuan.
8)
Problem solving learning (belajar melalui pemecahan masalah)
Tipe
belajar ini dapat membentuk prilaku melalui kegiatan pemecahan masalah. Tipe
belajar ini merupakan belajar yang dapat membentuk siswa berpikir ilmiah dan
kritis yang termasuk pada belajar yang menggunakan pemikiran atau intelektual
tinggi.
c.
Hasil
Belajar
Hasil belajar merupakan kulminasi dari suatu proses yang
telah dilakukan dalam belajar. Kulminasi akan selalui diiringi dengan kegiatan tindak
lanjut. Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku atau
perolehan perilaku yang baru dari siswa yang bersifat menetap, fungsional,
positif, dan disadari. Bentuk perubahan tingkah laku harus menyeluruh secara
komperhensif sehingga menunjukkan perubahan tingkah laku seperti contoh di
atas.
Untuk
melihat hasil belajar yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis dan
ilmiah pada siswa Sekolah Dasar, dapat dikaji proses maupun hasil berdasarkan :
1) kemampuan membaca, mengamati dan atau menyimak apa yang dijelaskan atau
diinformasikan; 2) kemampuan mengindentifikasi atau membuat sejumlah (sub-sub)
pertanyaan berdasarkan substansi yang dibaca, diamati dan atau didengar; 3)
kemampuan mengorganisasi hasil-hasil identifikasi dan mengkaji dari sudut
persamaan dan perbedaan; dan 4) kemampuan melakukan kajian secara menyeluruh.
B. Tahapan
Perkembangan Siswa Sekolah Dasar
Siswa Sekolah Dasar merupakan individu unik yang memiliki
karakteristik tertentu, bersifat khas dan spesifik. Pada dasarnya setiap siswa
adalah individu yang berkembang. Perkembangan siswa akan dinamis sepanjang
hayat mulai dari kelahiran sampai akhir hayat. Dalam hal in pendidikan maupun
pembelajaran sangat dominan memberikan kontribusi untuk membantu dan
mengarahkan perkembangan siswa supaya menjadi positif dan optimal. Setiap siswa
memiliki irama dan kecepatan perkembangan yang berbeda-beda dan bersifat individual.
Perkembangan
siswa Sekolah Dasar usia 6 – 12 tahun yang termasuk pada perkembangan masa
pertengahan (middle childhood) memiliki fase-fase yang unik dalam
perkembangannya yang menggambarkan peristiwa penting bagi siswa yang
bersangkutan. Tahapan perkembangan siswa dapat dilihat dari aspek perkembangan
berikut.
1.
Perkembangan
Fisik
Perkembangan ini berkaitan dengan perkembangan berat, tinggi
badan, dan perkembangan motorik. Siswa pada tingkat Sekolah Dasar, kemampuan
motoriknya mulai lebih halus dan terarah (refined motor skills), tetapi
berat badan siswa laki-laki lebih ramping daripada siswa perempuan karena masa
adolesen perempuan lebih cepat daripada laki-laki.
2.
Perkembangan
Sosial
Perkembangan sosial siswa pada
tingkat Sekolah Dasar sudah terasa ada pemisahan kelompok jenis kelamin (separation
of the sexs) sehingga dalam pengelompokkan, siswa lebih senang berkelompok
berdasarkan jenis kelamin padahal kurang sesuai menurut kriteria pengelompokan
belajar.
3.
Perkembangan
Bahasa
Pada masa ini perkembangan bahasa
siswa terus berlangsung secara dinamis. Dilihat dari cara siswa berkomunikasi
menunjukkan bahwa mereka sudah mampu menggunakan bahasa yang halus dan
kompleks.
4. Perkembangan Kognitif
Di Sekolah Dasar siswa diajarkan
berbagai disiplin ilmu bahkan cara-cara belajar baik yang berorientasi pada
peningkatan berpikir logis maupun kemampuan manipulatif. Siswa dapat melihat
beberapa faktor dan mengkombinasikannya dengan berbagai cara untuk mecapai
hasil yang sama.
Perkembangan kognitif pada siswa
Sekolah Dasar berlangsung secara dinamis. Untuk menumbuhkembangkan kemampuan
kognitif dalam fase konkret operasional pada siswa Sekolah Dasar, acuannya
adalah terbentuknya hubungan-hubungan logis di antara konsep-konsep atau
skema-skema.
Piaget mengemukakan bahwa pada usia
Sekolah Dasar siswa akan memiliki kemampuan berpikir operasional konkret (concrete
operation) yang disebut sebagai masa performing operation.
5.
Perkembangan
Moral
Perkembangan moral yang harus
dimiliki siswa Sekolah Dasar adalah kemampuan bertindak menjadi orang baik.
Tindakan yang dilakukan selalu berorientasi pada orang lain yang dianggap
berbuat baik. Bahkan siswa akan melakukan tindakan yang baik apabila orang lain
merasa senang.
6.
Perkembangan
Eksresif
Pola perkembangan ekspresif siswa
Sekolah Dasar dapat dilihat dari kegiatan ungkapan bermain dan kegiatan seni (art).
Siswa Sekolah Dasar sudah menyadari aturan dari suatu permainan, bahkan siswa
pada usia itu sudah mulai membina hobinya.
7.
Aspek-aspek
Intelegensi
Dalam
psikologi, teori Gardner (Utami Munandar, 1999; 265) membedakan jenis
intelegensi. Dalam kehidupan sehari-hari itu tidak berfungsi dalam bentuk murni
tetapi setiap individu memiliki campuran yang unik dari ketujuh intelegensi
tersebut. Aspek-aspek intelegensi tersebut dapat ditumbuhkembangkan pada setiap
siswa. Aspek intelegensi tersebut diantaranya adalah :
a.
Intelegensi linguistik, yaitu suatu kemampuan untuk menggunakan bahasa, termasuk
kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-kata, dan kegunaan fungsi-fungsi
bahasa.
b.
Intelegensi logis-matematis, yaitu kemampuan untuk menjajaki pola-pola, kategori, dan
hubungan-hubungan dengan manipulasi objek-objek atau simbol-simbol, dan
kepekaan kemampuan berpikir logis.
c.
Intelegensi spasial, yaitu kemampuan untuk mengamati secara mental, memanipulasi bentuk dan
objek; atau kemampuan mempersepsi dunia ruang visual secara akurat dan
melakukan transformasi persepsi tersebut.
d.
Intelegensi musik, yaitu kemampuan untuk menikmati, mempertunjukkan atau mengubah musik
termasuk kemampuan menghasilkan dan mengekpresikan ritme nada dan bentuk-bentuk
ekspresi musik.
e.
Intelegensi fisik-kinestetik, yaitu kemampuan untuk menggunakan keterampilan motorik
halus dan kasar dan halus dalam olah raga seni dan produk-produk seni
pertunjukan serta keterampilan meliputi kemampuan mengontrol gerakan tubuh dan
menangani objek-objek secara terampil.
f.
Intelegensi intrapribadi, yaitu kemampuan untuk memperoleh akses terhadap pemahaman
perasaan, impian dan gagasan-gagasan diri sendiri, dan memahami kekuatan maupun
kelemahan diri sendiri.
g.
Intelegensi interpribadi, yaitu suatu kemampuan untuk mengamati dan merespons suasana
hati, temperamen, dan motivasi orang lain, serta memahami hubungan dengan orang
lain.
8.
Aspek
Kebutuhan Siswa
Selain
aspek perkembangan siswa yang telah dikemukakan di atas juga perlu
dipertimbangkan aspek kebutuhan siswa sebagai bahan pertimbangan untuk
menentukan materi apa yang akan dipelajari siswa. Secara umum ada dua kebutuhan
siswa : 1) psiko-biologis yang dinyatakan dalam keinginan, minat, tujuan,
harapan dan masalahnya; 2) sosial yang berkaitan dengan tuntutan lingkungan
masyarakat, biasanya menurut pandangan orang dewasa.
1. 4
Karakteristik Pembelajaran di Sekolah
Dasar
Apabila
Anda merasa telah menguasai karakteristik proses belajar dan tahapan
perkembangan di Sekolah Dasar selanjutnya Anda perlu mempelajari karakteristik
pembelajaran di Sekolah Dasar.
Secara umum karakteristik pembelajaran di Sekolah Dasar
adalah :
1)
Kelas
1 dan kelas 2 Sekolah Dasar berorientasi pada pembelajaran fakta, lebih
bersifat konkret atau kejadian-kejadian yang ada di sekitar lingkungan siswa.
Dalam kurikulum 2004 pembelajaran dilakukan dengan pendekatan tematik.
2)
Kelas
3 siswa sudah dihadapkan pada konsep generalisasi yang dapat diperoleh dari
fakta atau dari kejadian-kejadian yang konkret, hal ini lebih tinggi dari kelas
1 dan 2.
3)
Kelas
4, 5, dan 6 atau disebut sebagai kelas tinggi siswa dihadapkan pada
konsep-konsep atau prinsip-prinsip penerapannya.
A. Karakteristik
Pembelajaran di Kelas Rendah
Pembelajaran di kelas rendah dilaksanakan berdasarkan rencana
pelajaran (silabus) yang telah dikembangkan oleh guru. Pembelajaran konkret
lebih sesuai diberikan pada siswa kelas rendah (kelas 1, 2, 3) di Sekolah
Dasar. Proses pembelajaran ini harus dirancang oleh guru sehingga kemampuan
siswa, bahan ajar, proses belajar dan sistem penilaian sesuai dengan taraf
perkembangan siswa.
Banyak strategi belajar yang dapat digunakan dalam proses
belajar di Sekolah Dasar, diantaranya adalah ceramah, tanya jawab, latihan atau
drill, belajar kelompok, observasi atau pengamatan. Penggunaan atau
pemilihan strategi belajar harus mempertimbangkan variabel-variabel yang
terlibat dalam suatu proses belajar-mengajar.
Dalam pengembangan kreativitas siswa proses pembelajaran
diarahkan supaya siswa melakukan kegiatan kreativitas yang sesuai dengan
tingkat perkembangannya, misalnya memecahkan permasalahan melalui permainan
sehari-hari.
Di bawah ini adalah beberapa contoh kegiatan belajar yang
dapat dilakukan siswa Sekolah Dasar di kelas rendah.
1.
Menggolongkan
peran anggota keluarga.
2.
Menerapkan
etika dan sopan santun di rumah, sekolah dan di lingkungan.
3.
Menggunakan
kosa kata geografi untuk menceritakan tentang tempat.
4.
Menceritakan
cara memanfaatkan uang secara sederhana melalui jual beli barang dan menabung.
5.
Menceritakan
masa kecilnya melalui bantuan foto maupun dari cerita orangtuanya.
6.
Melakukan
mekanika tubuh yang baik dalam duduk, berdiri dan berjalan.
7.
Melakukan
latihan dalam meningkatkan kualitas fisik-motorik.
8.
Memperagakan
rangkaian gerak (ritmik) dengan musik.
9.
Mengeskpresikan
gagasan imajinasi unsur bunyi dan gerak melalui kegiatan eksplorasi dalam bernyanyi
dan menari.
10. Mengeskpresikan gagasan artistik
melalui kegiatan bernyanyi dan menari.
11. Mengkomunikasikan gagasan dengan satu
kalimat.
12. Mengkomunikasikan gagasan sederhana
dengan lisan dan tertulis. Membaca nyaring / bersuara teks sederhana +
300 kata.
13. Menulis dengan jelas dan rapi kalimat
yang didiktekan dengan menggunakan huruf lepas dan tegak bersambung.
14. Menulis karangan pendek seperti
slogan dan surat undangan, menulis menggunakan atau disertai label, dan menulis
petunjuk sesuatu permainan.
15. Menerapkan EYD dalam menulis dan
menggunakan huruf kapital untuk nama suku bangsa, nama bahasa, dan judul
karangan. Menulis tanda titik untuk memisahkan angka, jam, menit, detik.
16. Menyimak dan menceritakan kembali
ragam teks sederhana; mendeklamasikan / melagukan pantun, puisi, syair dan
membaca cerita atau buku.
17. Mengaplikasikan konsep atau
alogaritma dalam pengerjaan pernjumlahan dan pengurangan.
18. Mengaplikasikan konsep atau
alogaritma dama pengerjaan bilangan.
19. Mengkomunikasikan gagasan matematika
dengan simbol atau diagram.
20. Membuat dan menafsirkan model
matematika dari masalah bilangan pengukuran atau bentuk geometri.
21. Menentukan pola sifat atau pola
bangun menurut bentuk atau unsurnya.
22. Membilang dan menyebutkan banyak
benda, mengingat penjumlahan dan pengurangan.
23. Melakukan operasi penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian dan hubungannya.
B. Karakteristik
Pembelajaran di Kelas Tinggi
Esensi proses pembelajaran di kelas tinggi (kelas 4, 5, 6)
adalah suatu pembelajaran yang dilaksanakan secara logis dan sistematis untuk
membelajarkan siswa tentang konsep dan generalisasi sehingga penerapannya
(menyelesaikan soal, menggabungkan, menghubungkan, memisahkan, menyusun,
menderetkan, melipat dan membagi).
Di bawah ini ada beberapa contoh kegiatan belajar yang dapat
dilakukan siswa di kelas tinggi Sekolah Dasar.
1.
Mendeskripsikan
aturan-aturan yang berlaku di keluarga.
2.
Membandingkan
kelompok-kelompok sosial di masyarakat.
3.
Menyajikan
hubungan antara sumber daya alam dengan kegiatan ekonomi setempat.
4.
Melakukan
diskusi kelompok tentang jual-beli.
5.
Menafsirkan
peninggalan-peninggalan sejarah.
6.
Melakukan
latihan untuk meningkatkan kualitas fisik-motorik.
7.
Memperagakan
berbagai keterampilan yang dihubungkan dengan keselamatan diri.
8.
Memperagakan
rangkaian gerak dengan alat musik.
9.
Melakukan
kegiatan penjelajahan ke perkampungan di sekitar sekolah.
10. Mencoba mengubah pola gerak dari
irama dalam rangkaian variasi gerak.
11. Mendesain model konstruksi.
12. Mencari, menemukan, memilih informasi
dari lingkungan sekitar sekolah.
13. Membaca dan menghafal surat-surat
pendek dan mengartikannya.
14. Mendengarkan dan mencatat hal-hal yang
penting dari uraian pembicara (pidato atau dakwah).
15. Membaca dalam hati (secara intensif)
teks pendek 3-4 paragraf.
16. Mendengarkan secara apresiatif.
17. Mengaplikasikan konsep alogaritma atau
manipulasi matematika dalam pengerjaan bilangan (termasuk negatif dan pecahan)
pengukuran geometri.
18. Melakukan operasi hitung campuran
(bilangan bulat pecahan).
19. Melakukan penyelidikan dengan
menetukan variabel dan cara pengendaliannya.
20. Mengumpulkan bukti perkembangbiakan
makhluk hidup.
21. Menyelidiki hubungan antara ciri
makhluk hidup dan lingkungan hidup.
22. Mendesain dan melakukan percobaan
untuk menyelidiki antara hubungan gaya dan gerak.
23. Menyelidiki pengaruh gaya magnet.
1. 5
Mengoptimalkan Peran Guru dalam Proses
Pembelajaran
Ketika
ilmu pengetahuan masih terbatas, ketika penemuan hasil-hasil teknologi belum
berkembang hebat seperti sekarang ini, maka peran utama guru di sekolah adalah
menyampaikan ilmu pengetahuan sebagai warisan kebudayaan masa lalu yang dianggap
berguna sehingga harus dilestariakan. Dalam kondisi demikian guru berperan
sebagai sumber belajar bagi siswa. Oleh karena itu, ada pepatah yang
menyebutkan bagaimanapun pintarnya siswa,
maka tidak mungkin dapat mengalahkan pintarnya guru.
1.
Guru sebagai Sumber Belajar
Peran
guru sebgai sumber belajar merupakan peran yang sangat penting. Peran sebagai
sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Kita bisa
menilai baik tidaknya seorang guru hanya dari penguasaan materi pelajaran. Dikatakan
guru yang baik manakala ia dapat menguapai materi pelajaran dengan baik,
sehingga benar-benar ia berperan sebgai sumber belajar bagi anak didiknya.
Apapun yang ditanyakan siswa berkaitandengan materi pelajaran yang sedang
diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Sebaliknya,
dikatakan guru yang kuranga baik manakala ia tidaka paham tentang materi yang
diajarkannya. Ketidakpahaman tentang materi pelajaran biasanya ditunjukan oleh
perilaku-perilaku tertentu, misalnya teknik penyampaian materi pelajaran yang
monoton, ia lebih sering dududk di kursi sambil membaca, suaranya lembah, tidak
berani melakukan kontak mata dengan siswa, miskin dengan ilustrasi, dan
lain-lain. Perilaku guru yang demikian bisa menyebabkan hilangnya kepercayaan pada
diri siswa, sehingga guru akan sulit mengendalikan kelas.
Sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran hendaknya guru melakukan
hal-hal sebagai berikut:
a.
Sebaiknya
guru memiliki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan siswa. Hal ini
untuk menjaga agar guru memiliki pemahaman yang lebih baik tentang materi yang
akan dikaji bersama siswa. Dalam perkembangan teknologi informasi yang sangat
cepat, bisa terjadi siswa lebih “pintar” dibandingkan guru dalam hal penguasaan
informasi. Oleh sebab itu, untuk menjaga agar guru tidak ketinggalan informasi,
sebaiknya guru memiliki bahan-bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan
siswa. Misalnya melacak bahan-bahan dari internet, atau dari bahan cetak
terbitan terakhir atau berbagai informasi dari media masa.
b.
Guru
dapat menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya
memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata siswa yang lain. Siswa yang
demikian perlu diberikan perlakuan khusus, misalnya dengan memberikan bahan
pengayaan dengan menunjukkan sumber belajar yang berkenaan dengan materi
pelajaran.
c.
Guru
perlu melakukan pemetaan tentang materi pelajaran, misalnya dengan menentukkan
materi inti (core) yang wajib dipelajari siswa, materi tambahan, materi yang
harus diingat kembali karena pernah dibahas, dan lain sebagainya. Melalui
pemetaan semacam ini akan memudahkan bagi guru dalam melaksanakan tugasnya
sebagai sumber belajar.
2.
Guru
sebagai Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan
untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Agar dapat
melakasanakan peran sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran, ada beberapa
hal yang harus dipahami, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan pemanfaatan
berbagai media dan sumber pembelajaran.
a.
Guru
perlu memahami berbagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi
masing-masing media tersebut. Pemahaman akan fungsi media sangat diperlukan,
belum tentu susatu media cocok digunakan untuk mengajarkan semua bahan
pelajaran. Setiap media memiliki karakteristik yang berbeda.
b.
Guru
pelru mempunyai keterampilan dalam merancang suatu media. Kemampuan merancang
media merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru
professional. Dengan perancangan media yang dianggap cocok akan memudahkan
proses pembelajaran, sehingga pada gilirannya tujuan pembelajran akan tercapai
secara optimal.
c.
Guru
dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat
memanfaatkan berbagai sumber belajar. Perkembangan teknologi informasi menuntut
setiap guru untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi mutakhir. Berbagai
perkembangan teknologi informasi memungkinkan setiap guru bisa menggunakan
berbagai pilihan media yang dianggap cocok.
d.
Sebagai
fasilitator, guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan
berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, kemampuan berkomunikasi
secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga dapat
meningkatkan motivasi belajar mereka.
3.
Guru
sebagai Pengelola
Sebagai pengelola pembelajaran (learning manager), guru berperan dalam menciptakam iklim belajar
yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas
yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses
belajar seluruh siswa.
Menurut Ivor K. Devais, salah satu kecenderungan yang sering
dilupakan adalah melupakan bahwa hakikat pembelajaran adalah belajarnya siswa
dan bukan mengajarnya guru. Dalam hubungannya dengan pengelolaan p0embelajaran,
Alvin C. Eurich menjelaskan prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatiakan
guru, sebagai berikut:
a.
Segala
sesuatu yang dipelajari siswa, maka siswa harus mempelajarinya sendiri.
b.
Setiap
siswa yang belajar memiliki kecepatan masing-masing.
c.
Seorang
siswa akan belajar lebih banyak apabila setiap selesai melaksanakan tahapan
kegiatan diberikan reinforcement.
d.
Penguasaan
secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih
berarti.
e.
Apabila
siswa diberikan tanggungjawab, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar.
Dalam melaksanakan pengelolaan pembelajaran ada dua macam
kegiatan yang harus dilakukan, yaitu mengelola sumber belajar dan melaksanakan
peran sebagai sumber belajar itu sendiri. Sebagai manajer, guru memiliki empat
fungsi umum, yaitu:
a.
Merencakan
tujuan belajar.
b.
Mengorganisasikan
berbagai sumber belajar untuk mewujudkan tujuan belajar.
c.
Memimpin,
yang meliputi memotivasi, mendorong, dan menstimulasi siswa.
d.
Mengawasi
segala sesuatu apakah sudah berfungsi sebagaiman mestinya atau belum dalam
rangka pencapaian tujuan.
Walaupun keempat fungsi itu merupakan kegiatan yang terpisah,
namun keempatnya harus dipandang sebagai suatu lingkaran atau siklus kegiatan
yang berhubungan satu sama lain. Fungsi perencanaan merupakan fungsi yang
sangat penting bagi seorang manajer. Kegiatan-kegiatan dalam melaksanakan
fungsi perencanaan diantaranya meliputi memperkirakan tuntutan dan kebutuhan,
menentukan tujuan, menulis silabus kegiatan pembelajaran, menentukan
topik-topik yang akan dipelajari, mengalokasikan waktu, serta menentukkan
sumber-sumber yang diperlukan. Melalui fungsi perencanaan ini, guru berusaha
menjembatani jurang antara dimana murid berada dan kemana mereka harus pergi.
Keputusan semacam ini menuntut kemampuan berpikir kreatif dan imajinatif, serta
meliputi sejumlah besar kegiatan yang pada hakikatnya tidak teratur dan tidak
berstruktur.
Fungsi pengorganisasian melibatkan penciptaan secara sengaja
suatu lingkungan pembelajaran yang kondusif serta melakukan pendelegasian
tanggungjawab dalam rangka mewujudkan tujuan program pendidikan yang telah
direncanakan. Pengorganisasian, pengaturan-pengaturan sumber hanyalah alat atau
saraba saja untuk mencapai apa yang harus diselesaikan. Tujuan akhirnya adalah
membuat agar siswa dapat bekerja dan belajar bersama-sama. Harus diingat,
pengorganisasian yang efektif ganya dapat diciptakan manakala siswa bisa
belajar secara individual, karena pada dasarnya tujuan yang ingin dicapai
adalah siswa secara individual walaupun pengajaran itu dilaksanakan secara
klasikal. Keputusan yang berhubungan dengan pengorganisasian ini memerlukan
pengertian mendalam dan perhatian terhadap siswa secara individual.
Fungsi memimpin atau mengarahkan adalah fungsi yang bersifat
pribadi yang melibatkan gaya tertentu. Tugas memimpin ini dalah berhubungan
dengan membimbing, mendorong, dan mengawasi murid, seingga mereka dapat
mencapai tujuan yang telah ditentukan. tujuan akhirmya adalah untuk
membangkitkan motivasi dan mendorong murid –murid sehingga mereka menerima dan
melatih tanggungjawab untuk belajar mandiri.
Fungsi
mengawasi bertujuan untuk mengusahakan peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan rencana
yang telah disusun. Dalam batas-batsa tertentu fungsi pengawasan melibatkan
pengambilan keputusan yang terstruktur, walaupun proses tersebut mungkin sangat
kompleks, khusunya bila mengadakan kegiatan remedial.
4.
Guru
sebagai Demostrator
Peran
guru sebagai demonstrator adalah peran untuk mempertunjukkan kepada siswa
segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap
pesan yang disampaikan. Ada dua konteks guru sebagai demonstrator. Pertama, sebagai demonstrator berarti
guru harus menunjukkan sikap-sikap yang terpuji. Dalam setiap aspek kehidupan,
guru merupakan sosok ideal bagi setiap siswa. Biasanya apa yang dilakukan guru
akan menjadi acuan bagi setiap siswa. Dengan demikian, dalam konteks ini guru
berperan sebgai model dan teladan bagi setiap siswa. Kedua, sebagai demonstrator guru harus dapat menunjukkan bagaimana
caranya agar setiap materi pelajaran bisa lebih dipahami dan dihayati oleh
setiap siswa. Oleh karena itu, sebagai demonstrator erat kaitannya dengan
pemgaturan strategi pembelajara yang lebih efektif.
5.
Guru
sebagai Pembimbing
Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat
dari adanya setiap perbedaan. Artinya, tidak ada dua individu yang sama.
Walaupun secara fisik mungkin individu memiliki kemiripan, tetapi pada
hakikatnya merekan tidaklah sama, baik bakat, minat, kemampuan, dan sebagainya.
Disamping itu, setiap individu juga adalah makhluk yang sedang berkembang.
Irama perkembangan mereka tentu tidaklah sama juga. Perbedaan itulah yang
menuntut guru harus berperan sebagai pembimbinga. Membimbing siswa agar dapat
menemukan bebagai potensi yang dimilikinya sebgai bekal hidup mereka,
membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan
mereka, sehingga dengan ketrcapaian itu ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai
manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan masyarakat.
Seorang guru dan siswa seperti halnya seorang petani dengan
tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat berbuah
dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia
memiliki potensi untuk berbuah serta telah sampai pada waktunya berbuah. Tugas
seorang petani adalah menjaga agar tanaman itu tumbuh dengan sempurna, tudak
terkena hama penyakit yang bisa menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak
tumbuh dengan sehat, yaitu dengan cara menyemai, menyiram, member pupuk, dan
member obat pembasmi hama. Demikian juga halnya dengan seorang guru, guru tidak
dapat memaksa agar siswanya jadi seseorang yang sukses. Siswa akan tumbuh dan
berkembang menjadi seseorang sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya.
Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan, dan membimbing agar siswa tumbuh dan
berkembang sesuai dengan potensi, minat, bakatnya. Inilah makna peran
pembimbing.
Agar guru berperan sebagai pembimbing yang baik, maka ada
beberapa hal yang harus dimiliki, diantaranya: Pertama, guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang
dibimbingnya. Misalnya, pemahaman tentang gaya dan kebiasaan belajar serta
pemahaman tentang potensi dan bakat yang dimilki anak. Pemahaman ini sangat
penting artinya, akan menentukkan teknik dan jenis bimbingan yang harus
diberikan kepada anak tersebut.
Kedua, guru harus memahami dan terampil
dalam merencakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai
maupun merencakan proses pembelajaran. Proses bimbingan akan dapat dilakukan
dengan baik manakala sebelumnya guru merencanakan hendak dibawa kemana siswa,
apa yang harus dilakukan, dan lain sebagainya. Untuk merumuskan tujuan yang
sesuai guru hatus memahami segala sesuatu yang berhubungan baik dengan sistem
nilai masyarakat maupun dengan kondisi psikologis dan fisiologis siswa, yang
kesemuanya itu terkandung dalam kurikulum sebagai pedoman dalam merumuskan
tujuan dan kompetensi yang harus dimiliki. Disamping itu, guru juga perlu mampu
merencakana dan mengimplementasikan proses pembelajaran yang melibatkan siswa
secara penuh. Proses pembelajaran adalah proses memberikan bantuan kepada
siswa, dengan demikian ynag terpenting dalam proses pembelajaran adalah siswa
itu sendiri.
6.
Guru
sebagai Motivator
Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu
aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi
bukan disebabkan oleh kamampuannya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya
motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan segala
kemampuannya. Dengan demikian, bisa dikatakan siswa yang berprestasi rendah
belum tentu disebabkan oleh kemampuannya yang rendah pula, tetpai mungkin
disebabkan oleh tidak adanya dorongan atau motivasi dari orang-orang
terdekatnya.
Woodwort (1955:337) mengatakan: “Suau motif adalah suatu set yang bisa membuat individu melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan”. Dengan demikian,
perilaku atau tindakan yang ditunjukkan seseorang dalam upayamencapai tujuan
tertentu sangat tergantung dari motif yang dimilikinya.
Motif dan motivasi
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Moivasi merupakan penjelmaan
dari motif yang dapat dilihat dari perilaku yang ditunjukkan sesorang. Hilgard
mengatakan bahwa motivasi adalah suatu keadaan yang terdapat dalam diri
seseorang yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai
tujuan tertentu. Jadi dengan demikian, motivasi muncul dari dalam diri seseorang.
Motivasi
sangat erat hubungannya dengan kebutuhan, sebab memang motivasi muncul karena
kebutuhan. Sesorang akan terdorong untuk bertindak manakala dalam dirinya ada
kebutuhan. Kebutuhan ini yang menimbulkan keadaan ketidakseimbangan
(ketidakpuasan), yaitu ketegangan-ketegangan, dan ketegangan itu akan hilang
manakala kebutuhan itu telah terpenuhi. Proses pembelajran akan berhasil
manakala siswa mempunyai motivasi dalam belajar. Oleh sebab itu, guru perlu
menumbuhkan motivasi belajar siswa.
7.
Guru
sebagai Evaluator
Sebgai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau
informasi tentang keberhasilan pembelajran yang telah dilakukan. Terdapat dua
fungsi dalam memerankan perannya sebagai evaluator. Pertama, untuk menentukan kebrhasilan siswa dalam mencapai tujuan
yang telah ditentukan atau menentukan keberasilan siswa dalam menyerap materi
kurikulum. Kedua, untuk menentukan
keberhasilan guru dalam melaksanakan seluruh kegiatan yeng telah diprogramkan.
a.
Evaluasi
untuk Menentukan Keberhasilan Siswa
Sebagai kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan
siswa, evaluasi memegang peranan yang sangat penting. Sebab, melalui evaluasi
guru dapat menentukan apakah siswa yang diajarnya sudah memiliki kompetensi
yang telah ditetapkan, sehingga mereka layak diberikan program pembelajaran
baru atau malah sebaliknya siswa belum bisa mencapai standar minimal, sehingga
mereka perlu diberikan program remedial. Sering gur beranggapan bahwa evaluasi
sama dengan melakukan tes, artinya guru telah melakukan evaluasi manakala ia
telah melaksanakan tes. Hal ini tentu kurang tepat, sebab evaluasi adalah suatu
proses untuk menentukan nilai atau makna tertentupada sesuatu yang dievaluasi.
Dengan demikian tes hanya salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan
makna tersebut.
Kelemahan yang sering terjadi sehubungan dengan pelaksanaan
evaluasi selama ini adalah guru dalam menentukan keberhasilan siswa terbatas
pada hasil tes yang biasa dilakukan secara tertulis, akibatnya sasaran
pembelajaran hanya terbatas pada kemampuansiswa untuk mengisi soal-soal yang
biasa keuar dalam tes. Disamping itu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran,
evaluasi itu juga sebaiknya dilakukan bukan hanya terhadap hasil belajar, akan
tetapi juga proses belajar. Hal ini sangat penting sebab evaluasi terhadap
proses belajar pada dasarnya evaluasi terhadap keterampilan intelektual secara
nyata.
b.
Evaluasi
untuk Menentukan Keberasila Guru
Evalausi
dilakukan bukan hanya untuk siswa, akan tetapi dapat digunakan untuk menilai
kinerja guru itu sendiri. Berdasarkan hasil evaluasi apakah guru telah
melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan perencanaan atau belum, apa
sajakah yang perlu diperbaiki. Evaluasi untuk menentukan keberhasilan guru
tentu saja tidak sekompleks untuk menilai keberhasilan siswa, baik dilihat dari
aspek waktu pelaksanaan maupun dilihat dari aspek pelaksnaan. Biasanya evaluasi
ini dilakukan stelah proses pembelajaran berakhir, atau yang biasa disebut
dengan pots-test.
Faktor-faktor
yang Berpengaruh Terhadap Sistem Pembelajaran.
Terdapat
beberapa faktor yang dapat memepengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran,
diantaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat, dan media yang tersedia,
serta faktor lingkungan.
1.
Faktor
Guru
Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam
implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru, bagaimanapun bagus dan
idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin bisa diaplikasikan.
Layaknya seorang prajurit di medan pertempuran. Keberhasilan penerapan strategi
berperan untuk menghancurkan musuh akan sangat bergantung kepada kualitas
prajurit itu sendiri. Demikian juga dengan guru. Keberhasilan implementasi
suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan
metode, teknik, dan taktik pembelajaran. Diyakini, setiap guru akan memiliki
pengalaman, pengetahuan, kemampuan, gaya, dan bahkan pandangan yang berbeda
dalam mengajar. Guru yang menganggap mengajar hanya sebatas menyampaikan materi
pelajaran akan berbeda dengan guru yang menganggap mengajar adalah suatu proses
pemberian bantuan kepada peserta didik. Masing-masing perbedaan tersebut dapat
mempengaruhi baik dalam penyusunan strategi atau implementasi pembelajaran.
Guru dalam proses pembelajaran memegang peran yang sangat
penting. Peran guru apalagi untuk siswa pada usia pendidikan dasar, tidak
mungkin dapat digantikan oleh perangkat lain, seperti televisi, radio,
komputer, dan lain sebagainya. Sebab, siswa adalah organism yang sedang
berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa.
Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai
model atau teladan bagi siswa yang diajarnya, tetapi juga sebagai pengelola
pembelajaran (manajer of learning).
Dengan demikian, efektifitas proses pembelajaran terletak dipundak guru. Oleh
karenanya, keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh
kualitas atau kemampuan guru. Norman Kirby (1981) menyatakan: “one underlying emphasis should be
noticeable: that the quality of the teacher is the essential, constant feature
in yhe success of any educational system”.
Menurut Dunkin (1974) ada sejumlah aspek yang dapat
mepengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu teacher formative experience, teacher
trainingexperience, dan teacher properties.
Teacher formative
experience, meliputi
jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang
sosial mereka. Yang termasuk aspek ini diantaranyameliputi tempat asal
kelahiran guru termasuk suku, latar belakang budaya, dan adat istiadat, keadaan
keluarga dari mana guru itu berasal, misalkan apakah guru itu berasal dari
keluarga yang tergolong mampu atau tidak, apakah mereka berasal dari keluarga
harmonis atau bukan.
Teacher training
experience, meliputi
pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang
pendidikan guru, misalnya pengalaman latihan professional, tingkatan
pendidikan, pengalaman jabatan, dan lain sebagainya.
Teacher properties, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
sifat yang dimiliki guru, misalnyasikap guru terhadap profesinya, sikap guru
terhadap siswa, kemampuan atau intelegensi guru, motivasi dan kemampuan merekan
baik kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran termasuk didalamnya kemampuan
dalam merencanakan dan evaluasi pembelajaran maupun kemampuandalam
penguasaan materi pelajaran.
2.
Faktor
Siswa
Siswa adalah organism yang unik yang berkembanag sesuai
dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh
aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing
anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi
oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, disamping karakteristik lain yang
melekat pada diri anak.
Seperti halnya guru, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi aspek latar belakang
siswa yang menurut Dunkin disebut pupil
formative experiebces secara faktor
sifat yang dimilki siswa.
Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin siswa, tempat
kelahiran, tempat tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi siswa, dari keluarga
yang bagaimana siswa berasal, dan lain-lain. Sedangkan, dilihat dari sifat yang
dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar, pengetahuan, dan sikap. Tidak dapat
disangkal bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda yang dapat
dikelompokkan pada siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Siswa yang
termasuk kemampuan tinggi biasanya ditunjukkan oleh motivasi yang tinggi dalam
belajar, perhatian, keseriusan dalam mengikuti pelajaran, dan lain-lain.
Sebaliknya, siswa yang tergolong pada kemampuan rendah ditandai dengan
kurangnya motivasi belajar, tidak adanya keseriusan dalam mengikuti pelajaran,
termasuk menyelesaikan tugas, dan lain sebagainya. Perbedaan-perbedaan memacam
itu menuntut perlakuan yang berbeda pula baik dalam penempatan atau
pengelompokan siswa maupun dalam perlakuan guru dalam menyesuaikan gaya
belajar. Demikian juga halnya dengan tingkat pengetahuan siswa. Siswa yang
memiliki pengetahuan yang memadai tentang penggunaan bahasa standar, misalnya
akan mempengaruhi proses pembelajaran mereka dibandingkan dengan siswa yang
tidak memiliki tentang hal itu.
Sikap
dan penampilan siswa di dalam kelas juga merupakan aspek lain yang bisa
mempengaruhi proses pembelajaran. Ada kalanya ditemukan siswa yang sangat
aktif, dan ada pula siswa yang pendiam, tidak sedikit juga ditemukan siswa yang
memiliki motivasi yang rendah dalam belajar. Semua itu mempengaruhi proses
pembelajaran di dalam kelas. Sebab, bagaimanapun faktor siswa dan guru
merupakan faktor yang sangat menentukan dalam interaksi pembelajaran.
3.
Faktor
Sarana dan Prasarana
Sarana
adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses
pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan
sekolah, dan lain sebagainya; sedangkan prasarana adalah segalau sesuatu yang
secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran,
misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil, dan lain sebagainya.
Kelngkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam penyelengaraan proses
pembelajaran, dengan demikian sarana dan prasaran merupakan komponen penting
yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.
4.
Faktor
Lingkungan
Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat
mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor
iklim sosial-psikologis.
Faktor organisasi kelas yang didalamnya meliputi jumlah siswa
dalam satu kelas merupakan aspek penting yang bisa mempengaruhi proses
pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Kelompok belajar yang besar dalam satu kelas
berkecenderuangan:
a.
Sumber
data kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa, sehingga waktu
yang tersedia akan semakin sempit.
b.
Kelompok
belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan menggunakan semua sumber daya yang
ada. Misalnya, dalam penggunaan waktu diskusi. Jumlah siswa yang terlalu banyak
akan memakan waktu yang banyak pula, sehingga sumbangan pikiran akan sulit
didapat dari setiap siswa.
c.
Kepuasan
belajar setiap siswa akan cenderung menurun. Hal ini disebabkan kelompok
belajaran yang terlalu banyak akan mendapatkan pelayanan yang terbatas dari
setiap guru, dengan kata lain perhatian guru akan semakin pecah.
d.
Perbedaan
individu anggota akan semakin tampak, sehingga akan semakin sukar mencapai
kesepakatan. Kelompok yang terlalu besar cenderung akan pecah ke dalam sub-sub
kelompok yang saling bertentangan.
e.
Anggota
kelompok yang terlalu banyak berkecenderungan akan semakin banyak siswa yang
terpaksa menunggu untuk sama-sama maju mempelajari materi pelajaran baru.
f.
Anggota
kelompok yang terlalu banyak akan cenderung semakin banyaknya siswa yang enggan
berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan kelompok.
Dari beberapa kecenderungan di atas, maka jumlah anggota
kelompok besar akan kurang menguntungkan dalam menciptakan iklim belajar
mengajar yang baik. Faktor lain dari dimensi lingkungan yang dapat mempengaruhi
proses pembelajaran adalah faktor iklim sosial-psikologis. Maksudnya,
keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran.
Iklik sosialini dapat terjadi secara internal atau eksternal.
Iklim sosial-psikologis secara internal adalah antara orang
yang terlibat dalam lingkungan sekolah, misalnya iklim sosial antara siswa
dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan guru, bahkan antara
guru dengan pimpinan sekolah. Iklim sosial-psikologis eksternal adalah
keharmonisan hubungan antara pihak sekolah dengan dunia luar, misalnya hubungan
sekolah dengan orang tua siswa, hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga
masyarakat, dan lain sebagainya.
Sekolah yang mempunyai hubungan baik secara internal, yang
ditunjukkan oleh kerja sama antar guru, saling menghargai dan saling membantu,
maka memungkinkan iklim belajar menjadi sejuk dan tenang sehingga akan
berdampak pada motivasi belajar siswa. Sebaliknya, manakala hubungan tidak
harmonisa iklim belajar akan penuh dengan ketegangan dan ketidaknyamanan
sehingga akan mempengaruhi psikologis siswa dalam belajar. Demikian juga
sekolah yang baik memiliki hubungan yang baik dengan lembaga-lembaga luar akan
menambah kelancaran program-program sekolah, sehingga upaya-upaya sekolah dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran akan mendapat dukungan dari pihak lain.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Belajar dapat dikatakan sebagai suatu
proses artinya dalam belajar akan terjadi proses melihat, membuat, mengamati,
menyelesaikan masalah atau persoalan menyimak, dan latihan. Ada 4 pilar yang
perlu diperhatikan dalam belajar yaitu learning
to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be.
Adapun Karakteristik Proses Di Sekolah Dasar Belajar meliputi: Proses Belajar Berdasarkan Teori dan Tipe
Belajar di dalamnya meliputi, teori belajar disiplin mental, teori belajar
asosiasi, teori insight, teori belajar gestalt. Kemudian ada tipe belajar
meliputi, signal learning, stimulus respon learning, chaining learning, verbal
association learning, concept learning, rule learning, problem soulving
learning. Dan yang terakhir ada hasil belajar.
Tahapan
perkembangan siswa sekolah dasar yaitu meliputi, perkembangan fisik,
perkembangan sosial, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, perkembangan
moral, perkembangan eksensif, aspek intelegensi, aspek kebutuhan siswa.
Adapun
karakteristik di SD meliputi, karakteristik pembelajaran di kelas rendah dan
kelas tinggi. Mengoptimalkan peran guru dalam proses pembelajaran, meliputi
guru sebagai sumber belajar, guru sebagai sumber fasilitator, guru sebagai
sumber pengelolaa, guru sebagai demostrator, guru sebagai pembimbing, guru
sebagai motivator, guru sebagai evaluator.
B.
Saran
Banyak manfaat bagi calon
pendidik mempelajari strategi pembelajaran SD dalam mendeskripsi, memahami
serta meramalkan prilaku diri sendiri maupun orang lain. Terutama akan terasa
sangat perlu seseoarang yang perlu penguasaan ilmu ini bagi seorang yang selalu
mengadakan komunikasi dengan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Antia, Sri (2013). Strategi
pembelajaran di SD.Tanggerang selatan : universitas terbuka
Masnur,
Muslich. 2011. Pendidikan Karakter.Jakarta
: Bumi Aksara
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Edisi pertama, cetakan kelima
Tidak ada komentar:
Posting Komentar