Senin, 28 Desember 2015

makalah tentang belajar



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pembentukan kemampuan siswa di sekolah di pengaruhi oleh, proses belajar yang di tempuhnya. Oleh karena itu, agar siswa memiliki kemampuan yang di harapkan proses belajar harus di kendalikan oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku. Dengan demikian, guru perlu memahami kurikulum yang berlaku. Proses belajar akan terbentuk berdasarkan pandangan dan pemahaman guru tentang pengertian dan hakikat belajar dan hakikat belajar mengajar. Agar proses belajar efektif, guru harus memahami bahwa tugas dan peranannya dalam mengajar harus berfungsi sebagai pembimbing, falsilitator, dan narasumber atau pemberi informasi. Proses belajar tergantung pada pandangan guru terhadap makna belajar, karena semua aktivitas siswa dalam belajar selalu berdasarkan skenario yang dikembangkan oleh guru. Pandangan guru terhadap belajar selalu berkaitan dengan makna dan operasionalisai tugas mengajar.
Pandangan mengajar yang dianggap paling sesuai dengan kebutuhan dan hakikat belajar saat ini adalah bahwa mengajar merupakan seatu proses membimbing, memberikan informasi dan mengatur lingkungan sehingga terjadi proses belajr yang efektif. Untuk mendukung semua itu, diperlukan pemahaman dan kemampuan guru yang berkaitan dengan pengertian dan hakikat belajar, karakteristik belajar, tahapan perkembangan anak, dan jenis kegiatan belajar di sekolah dasar.
B.       Rumusan Masalah
Dengan menimbang latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1.        Apa Pengertian Belajar?
2.        Bagaiman Karakteristik Belajar di Sekolah Dasar?
3.        Bagaimana Tahapan Perkembangan Anak Sekolah Dasar?
4.        Apa saja peran guru dalam proses pembelajaran?


C.       Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:
1.        Untuk Mengetahui definisi belajar.
2.        Untuk mengetahui karakteristik belajar di sekolah.
3.        Untuk mengetahui tahapan perkembangan anak sekolah dasar.
4.        Untuk mengetahui peran guru dalam proses pembelajaran 


















BAB II
PEMBAHASAN
1. 1    Definisi Belajar
Menurut definisi lama, yang dimaksud dengan belajar adalah menambah dan mengumpulkan pengetahuan. Yang diutamakan dalam definisi ini adalah penguasaaan pengetahuan sebanyak banyak nya untuk untuk menjadi cerdas atau membentuk intelektual, sedangkan sikap dan keterampilan diabaikan. Siswa lebih banyak menerima atau lebih banyak menghafal pengetahuan yang diberikan melalui beberapa mata pelajaran, bahkan hanya mengingat-ingat semua pengetahuan yang dibacanya. Jadi, hasil bacaan diulang-ulang kemudian diekspresikan secara otomatis. Akibat cara belajar seperti ini aspek pemahaman siswa kurang diperhatikan karena lebih diutamakan hasil hafalan atau penerimaan informasi yang berkaitan dengan stimulus dan respon (S-R) yang dibangun.
Pendapat modern yang muncul pada abad 19 menganggap bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku (a change in behaviour). Ernest R. Hilgard (1948) menyatakan bahwa lerning is the proses by which an activity originates or is changed through training procedures (whether in the laboratory or in the natural environment) as distinguished from changes by factor not atrisutable to training. Jadi, belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui latihan dan perubahan itu disebabkan kerena ada dukungan dari lingkungan yang positive yang menyebabkan terjadinya interaksi edukatif. Perubahan tersebut terjadi secara menyeluruh meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Tetapi kadang-kadang hanya Nampak salah satu domain saja. Perubahan belajar itu sendiri tidak berdasarkan naluri tetapi melalui proses latihan, lain halnya seperti burung pandai membuat sarang itu bukan karena berkat hasil belajar.
Pendapat lain mengemukakan bahwa belajar adalah proses pengalaman (learning is experiencing), artinya belajar itu suatu proses interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dalam interaksi tersebut terjadi proses mental, intelektual, dan emosional yang pada akhirnya menjadi suatu sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dimilikinya.
1. 2      Hakikat Belajar
Belajar dapat dikatakan sebagai suatu proses artinya dalam belajar akan terjadi proses melihat, membuat, mengamati, menyelesaikan masalah atau persoalan menyimak, dan latihan. Itu sebabnya, dalam proses belajar, guru harus dapat membimbing dan memfasilitasi siswa supaya siswa dapat melakukan proses-proses tersebut. Proses belajar harus diupayakan secara efektif agar terjadi adanya perubahan tingkah laku siswa yang disebabkan oleh proses proses tersebut. Jadi, seseorang dapat dikatakan belajar karena adanya indikasi melakukan proses tersebut secara sadar dan menghasilkan perubahan tingkah laku siswa yang diperoleh berdasarkan interaksi dengan lingkungan. Perwujudan perubahan tingkah laku dari hasil belajar adalah adanya peningkatan kemampuan siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Perubahan tersebut sebagai perubahan yang disadari, relative bersifat permanen, kontinu, dan fungsional.
Belajar akan terjadi apabila terjadi proses interaksi dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah narasumber, teman, guru, situasi dan kondisi nyata, lingkungan alam, lingkungan buatan dan lain-lain yang dapat dijadikan sumber belajar siswa. Dalam hal inilah peran guru sebagai fasilitator dan pembimbing harus dapat berfungsi secara optimal.
Ada 4 pilar yang perlu diperhatikan dalam belajar yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be.
Learning to know artinya belajar untuk mengetahui yang menjadi target dalam belajar adalah adanya proses pemahaman sehingga belajar tersebut dapat mengantarkan siswa untuk mengetahui dan memahami substansi materi yang dipelajariya. Belajar itu sendiri harus digambarkan sebagai suatu peristiwa yang dapat merangsang rasa ingin tahu siswa sehingga siswa harus merasa bahwa belajar itu sebagai proses yang berkelanjutan.
Learning tob do artinya belajar untuk berbuat, yang menjadi target dalam belajar adalah adanya proses melakukan atau proses berbuat. Dalam hal ini siswa harus mengerjakan, menerapkan, menyelesaikan persoalan, melakukan eksperimen, penyelidikan, penemuan, pengamatan, simulasi dan sejenisnya.
Learning to live together artinya belajar untuk hidup bersamayang menjadi target dalam belajar adalah siswa memiliki kemampuan untuk hidup bersama atau mampu hidup dalam kelompok. Dalam hal ini siswa harus dibekali pengalaman pengalaman melakukan tanggung jawab dalam kelompok, serta memahami dan merasakan kesulitan orang lain.
Learning to be artinya belajar untuk menjadi, yang menjadi target dalam belajar adalah mengantarkan siswa menjadi individu yang utuh sesuai dengan potensi, bakat, minat dan kemampuannya. Hasil belajar yang diperoleh benar benar bermakna dalam kehidpannya maupun bagi kehidupan orang lain, sehingga dapat menghantarkan siswa menjadi manusia yang mandiri yang mampu mengenal, mengarahkan dan merencanakan dirinya sendiri. Semua itu harus dapat diterapkan pada proses belajar di Sekolah Dasar baik dalam kelas maupun diluar kelas.
1. 3      Karakteristik Proses Di Sekolah Dasar Belajar
A.      Proses Belajar Berdasarkan Teori dan Tipe Belajar
Belajar merupakan suatu kegiatan pemrosesan kognitif, keterampilan dan sikap. Pebelajar (siswa) sepenuhnya harus melakukan upaya mengubah perilaku melalui pengalaman, latihan maupun kegiatan-kegiatan lain yang dianggap efektif sebagai proses untuk mengubah perilaku.
a.        Teori Belajar
Ada beberapa belajar yang dikaji sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan proses belajar di Sekolah Dasar.
1)        Teori Belajar Displin Mental
Karakteristik teori belajar ini menganut prinsip bahwa manusia memiliki sejumlah daya mental seperti daya untuk mengamati, menanggapi, mengingat, berpikir dan sebagainya yang dapat dilatih dan didisplinkan. Proses belajar berpikir, mengamati dan mengingat dapat dilakukan siswa SD kelas rendah, yang meliputi a) belajar mengidentifikasi ciri-ciri karakteristik suatu benda atau kejadian, misalnya; “menguraikan atau menjelaskan ciri-ciri tumbuhan hijau”. b) menyebutkan kembali nama-nama ibu kota provinsi di Indonesia. Belajar itu sendiri merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki individu. Potensi-potensi yang dimiliki individu dapat dikembangkan secara optimal melalui kegiatan belajar.
2)        Teori Belajar Asosiasi
Rumpun teori belajar ini identik dengan teori behaviorisme yang biasa disebut S-R Bond. Teori belajar asosiasi ini berdasarkan pada perubahan tingkah laku yang menekankan pola perilaku baru yang diulang-ulang sehingga menjadi aktivitas yang otomatis. Dalam teori ini, belajar lebih mengutamakan stimulus-respons yang membetuk kemampuan siswa secara spesifik dan terkontrol. Hukuman (punishment) dan ganjaran (reward) merupakan penguatan (reinforcement) yang dipakai. Pelopor aliran ini diantaranya Edward L. Thorndike.
3)        Teori Insight
Menurut teori ini belajar adalah mengubah pemahaman siswa. Perubahan ini akan terjadi apabila siswa menggunakan lingkungan. Belajar adalah suatu proses yang bersifat eksploratif, imajinatif, dan kreatif. Belajar selalu diarahkan untuk mengembangkan kemampuan tingkat tinggi yaitu berpikir tinggi.
4)        Teori belajar Gestalt
Menurut teori belajar ini siswa merupakan individu yang utuh. Oleh karenanya, belajar lebih mengutamakan keseluruhan, kemudia melihat bagian-bagiannya yang mengandung makna dan hubungan. Pembelajaran selalu diberikan dalam bentuk problematik, aktual dan nyata (sedang terjadi saat ini maupun saat yang akan datang).
Siswa belajar melakukan pemecahan masalah (problem solving), melakukan penyelidikan (inquiry), melakukan penemuan (discovery) dan kajian (investigation).
Dalam prakteknya penerapan teori belajar tersebut digunakan bercampur, tidak murni satu per satu.




b.        Tipe Belajar
Untuk mencapai proses dan hasil belajar yang optimal kita perlu mengenal beberapa tipe belajar yang dikemukakan Gagne (1970). Menurut Gagne ada 8 tipe belajar yang dapat dilakukan siswa, yaitu :
1)        Signal learning (belajar melalui isyarat)
Belajar isyarat merupakan suatu tipe belajar yang dapat membentuk perilaku melalui sinyal atau isyarat sehingga terbentuk sikap tertentu, tetapi respons yang ditimbulkan dapat bersifat umum, tidak jelas bahkan emosional.
2)        Stimulus-respon learning (belajar melalui rangsangan tindak balas).
Belajar stimulus-respons merupakan suatu tipe belajar yang dapat membentuk perilaku melalui pengkondisian stimulus untuk menghasilkan suatu tindak-balas (respons).
3)        Chaining learning (belajar melalui perangkaian)
Belajar chaining merupakan suatu tipe belajar yang dapat membentuk perilaku melalui beberapa stimulus-respons (S-R) yang berangkai; dalam bahasa contohnya “Ibu-Bapak”, “kampung-halaman”. Chaining contoh; dari pulang tugas mengajar, buka sepatu, menyimpan tas, ganti baju, makan dan seterusnya.
4)        Verbal association learning (belajar melalui perkaitan verbal)
Belajar verbal association merupakan suatu tipe belajar yang dapat membentuk perilaku melalui perkaitan verbal. Perkaitan ini bisa dimulai dari yang sederhana.
5)        Discrimination learning (belajar melalui membeda-bedakan)
Tipe belajar ini dapat membentuk prilaku melalui proses membeda-bedakan objek yang abstrak maupun konkret. Sesuatu yang berkaitan dengan ruang, bentuk, peristiwa, gambar dan lambang.
6)        Concept learning (belajar melalui konsep)
Tipe belajar ini dapat membentuk prilaku melalui pemahaman terhadap sesuatu benda, peristiwa, kategori, golongan dan suatu kelompok. Yang dimaksud konsep itu sendiri adalah karakteristik, atribut atau definisi sesuatu objek. Konsep yang konkret dapat ditunjukkan bendanya sedangkan konsep yang abstrak adalah konsep menurut definisi.

7)        Rule learning (belajar melalui aturan-aturan)
Tipe belajar ini dapat membentuk prilaku melalui aturan. Belajar melalui aturan merupakan proses belajar yang membentuk kemampuan siswa supaya memahami aturan-aturan dan mampu menerapkannya. Belajar melalui aturan berarti belajar melalui dalil-dalil, rumus-rumus, dan ketentuan.
8)        Problem solving learning (belajar melalui pemecahan masalah)
Tipe belajar ini dapat membentuk prilaku melalui kegiatan pemecahan masalah. Tipe belajar ini merupakan belajar yang dapat membentuk siswa berpikir ilmiah dan kritis yang termasuk pada belajar yang menggunakan pemikiran atau intelektual tinggi.
c.         Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kulminasi dari suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar. Kulminasi akan selalui diiringi dengan kegiatan tindak lanjut. Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku atau perolehan perilaku yang baru dari siswa yang bersifat menetap, fungsional, positif, dan disadari. Bentuk perubahan tingkah laku harus menyeluruh secara komperhensif sehingga menunjukkan perubahan tingkah laku seperti contoh di atas.
Untuk melihat hasil belajar yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis dan ilmiah pada siswa Sekolah Dasar, dapat dikaji proses maupun hasil berdasarkan : 1) kemampuan membaca, mengamati dan atau menyimak apa yang dijelaskan atau diinformasikan; 2) kemampuan mengindentifikasi atau membuat sejumlah (sub-sub) pertanyaan berdasarkan substansi yang dibaca, diamati dan atau didengar; 3) kemampuan mengorganisasi hasil-hasil identifikasi dan mengkaji dari sudut persamaan dan perbedaan; dan 4) kemampuan melakukan kajian secara menyeluruh.
B.       Tahapan Perkembangan Siswa Sekolah Dasar
Siswa Sekolah Dasar merupakan individu unik yang memiliki karakteristik tertentu, bersifat khas dan spesifik. Pada dasarnya setiap siswa adalah individu yang berkembang. Perkembangan siswa akan dinamis sepanjang hayat mulai dari kelahiran sampai akhir hayat. Dalam hal in pendidikan maupun pembelajaran sangat dominan memberikan kontribusi untuk membantu dan mengarahkan perkembangan siswa supaya menjadi positif dan optimal. Setiap siswa memiliki irama dan kecepatan perkembangan yang berbeda-beda dan bersifat  individual.
Perkembangan siswa Sekolah Dasar usia 6 – 12 tahun yang termasuk pada perkembangan masa pertengahan (middle childhood) memiliki fase-fase yang unik dalam perkembangannya yang menggambarkan peristiwa penting bagi siswa yang bersangkutan. Tahapan perkembangan siswa dapat dilihat dari aspek perkembangan berikut.
1.        Perkembangan Fisik
Perkembangan ini berkaitan dengan perkembangan berat, tinggi badan, dan perkembangan motorik. Siswa pada tingkat Sekolah Dasar, kemampuan motoriknya mulai lebih halus dan terarah (refined motor skills), tetapi berat badan siswa laki-laki lebih ramping daripada siswa perempuan karena masa adolesen perempuan lebih cepat daripada laki-laki.
2.        Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial siswa pada tingkat Sekolah Dasar sudah terasa ada pemisahan kelompok jenis kelamin (separation of the sexs) sehingga dalam pengelompokkan, siswa lebih senang berkelompok berdasarkan jenis kelamin padahal kurang sesuai menurut kriteria pengelompokan belajar.
3.        Perkembangan Bahasa
Pada masa ini perkembangan bahasa siswa terus berlangsung secara dinamis. Dilihat dari cara siswa berkomunikasi menunjukkan bahwa mereka sudah mampu menggunakan bahasa yang halus dan kompleks.
4.      Perkembangan Kognitif
Di Sekolah Dasar siswa diajarkan berbagai disiplin ilmu bahkan cara-cara belajar baik yang berorientasi pada peningkatan berpikir logis maupun kemampuan manipulatif. Siswa dapat melihat beberapa faktor dan mengkombinasikannya dengan berbagai cara untuk mecapai hasil yang sama.
Perkembangan kognitif pada siswa Sekolah Dasar berlangsung secara dinamis. Untuk menumbuhkembangkan kemampuan kognitif dalam fase konkret operasional pada siswa Sekolah Dasar, acuannya adalah terbentuknya hubungan-hubungan logis di antara konsep-konsep atau skema-skema.
Piaget mengemukakan bahwa pada usia Sekolah Dasar siswa akan memiliki kemampuan berpikir operasional konkret (concrete operation) yang disebut sebagai masa performing operation.
5.        Perkembangan Moral
Perkembangan moral yang harus dimiliki siswa Sekolah Dasar adalah kemampuan bertindak menjadi orang baik. Tindakan yang dilakukan selalu berorientasi pada orang lain yang dianggap berbuat baik. Bahkan siswa akan melakukan tindakan yang baik apabila orang lain merasa senang.
6.        Perkembangan Eksresif
Pola perkembangan ekspresif siswa Sekolah Dasar dapat dilihat dari kegiatan ungkapan bermain dan kegiatan seni (art). Siswa Sekolah Dasar sudah menyadari aturan dari suatu permainan, bahkan siswa pada usia itu sudah mulai membina hobinya.
7.        Aspek-aspek Intelegensi
Dalam psikologi, teori Gardner (Utami Munandar, 1999; 265) membedakan jenis intelegensi. Dalam kehidupan sehari-hari itu tidak berfungsi dalam bentuk murni tetapi setiap individu memiliki campuran yang unik dari ketujuh intelegensi tersebut. Aspek-aspek intelegensi tersebut dapat ditumbuhkembangkan pada setiap siswa. Aspek intelegensi tersebut diantaranya adalah :
a.         Intelegensi linguistik, yaitu suatu kemampuan untuk menggunakan bahasa, termasuk kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-kata, dan kegunaan fungsi-fungsi bahasa.
b.        Intelegensi logis-matematis, yaitu kemampuan untuk menjajaki pola-pola, kategori, dan hubungan-hubungan dengan manipulasi objek-objek atau simbol-simbol, dan kepekaan kemampuan berpikir logis.
c.         Intelegensi spasial, yaitu kemampuan untuk mengamati secara mental, memanipulasi bentuk dan objek; atau kemampuan mempersepsi dunia ruang visual secara akurat dan melakukan transformasi persepsi tersebut.
d.        Intelegensi musik, yaitu kemampuan untuk menikmati, mempertunjukkan atau mengubah musik termasuk kemampuan menghasilkan dan mengekpresikan ritme nada dan bentuk-bentuk ekspresi musik.
e.         Intelegensi fisik-kinestetik, yaitu kemampuan untuk menggunakan keterampilan motorik halus dan kasar dan halus dalam olah raga seni dan produk-produk seni pertunjukan serta keterampilan meliputi kemampuan mengontrol gerakan tubuh dan menangani objek-objek secara terampil.
f.         Intelegensi intrapribadi, yaitu kemampuan untuk memperoleh akses terhadap pemahaman perasaan, impian dan gagasan-gagasan diri sendiri, dan memahami kekuatan maupun kelemahan diri sendiri.
g.        Intelegensi interpribadi, yaitu suatu kemampuan untuk mengamati dan merespons suasana hati, temperamen, dan motivasi orang lain, serta memahami hubungan dengan orang lain.
8.        Aspek Kebutuhan Siswa
Selain aspek perkembangan siswa yang telah dikemukakan di atas juga perlu dipertimbangkan aspek kebutuhan siswa sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan materi apa yang akan dipelajari siswa. Secara umum ada dua kebutuhan siswa : 1) psiko-biologis yang dinyatakan dalam keinginan, minat, tujuan, harapan dan masalahnya; 2) sosial yang berkaitan dengan tuntutan lingkungan masyarakat, biasanya menurut pandangan orang dewasa.
1. 4      Karakteristik Pembelajaran di Sekolah Dasar
Apabila Anda merasa telah menguasai karakteristik proses belajar dan tahapan perkembangan di Sekolah Dasar selanjutnya Anda perlu mempelajari karakteristik pembelajaran di Sekolah Dasar.
Secara umum karakteristik pembelajaran di Sekolah Dasar adalah :
1)        Kelas 1 dan kelas 2 Sekolah Dasar berorientasi pada pembelajaran fakta, lebih bersifat konkret atau kejadian-kejadian yang ada di sekitar lingkungan siswa. Dalam kurikulum 2004 pembelajaran dilakukan dengan pendekatan tematik.
2)        Kelas 3 siswa sudah dihadapkan pada konsep generalisasi yang dapat diperoleh dari fakta atau dari kejadian-kejadian yang konkret, hal ini lebih tinggi dari kelas 1 dan 2.
3)        Kelas 4, 5, dan 6 atau disebut sebagai kelas tinggi siswa dihadapkan pada konsep-konsep atau prinsip-prinsip penerapannya.

A.      Karakteristik Pembelajaran di Kelas Rendah
Pembelajaran di kelas rendah dilaksanakan berdasarkan rencana pelajaran (silabus) yang telah dikembangkan oleh guru. Pembelajaran konkret lebih sesuai diberikan pada siswa kelas rendah (kelas 1, 2, 3) di Sekolah Dasar. Proses pembelajaran ini harus dirancang oleh guru sehingga kemampuan siswa, bahan ajar, proses belajar dan sistem penilaian sesuai dengan taraf perkembangan siswa.
Banyak strategi belajar yang dapat digunakan dalam proses belajar di Sekolah Dasar, diantaranya adalah ceramah, tanya jawab, latihan atau drill, belajar kelompok, observasi atau pengamatan. Penggunaan atau pemilihan strategi belajar harus mempertimbangkan variabel-variabel yang terlibat dalam suatu proses belajar-mengajar.
Dalam pengembangan kreativitas siswa proses pembelajaran diarahkan supaya siswa melakukan kegiatan kreativitas yang sesuai dengan tingkat perkembangannya, misalnya memecahkan permasalahan melalui permainan sehari-hari.
Di bawah ini adalah beberapa contoh kegiatan belajar yang dapat dilakukan siswa Sekolah Dasar di kelas rendah.
1.        Menggolongkan peran anggota keluarga.
2.        Menerapkan etika dan sopan santun di rumah, sekolah dan di lingkungan.
3.        Menggunakan kosa kata geografi untuk menceritakan tentang tempat.
4.        Menceritakan cara memanfaatkan uang secara sederhana melalui jual beli barang dan menabung.
5.        Menceritakan masa kecilnya melalui bantuan foto maupun dari cerita orangtuanya.
6.        Melakukan mekanika tubuh yang baik dalam duduk, berdiri dan berjalan.
7.        Melakukan latihan dalam meningkatkan kualitas fisik-motorik.
8.        Memperagakan rangkaian gerak (ritmik) dengan musik.
9.        Mengeskpresikan gagasan imajinasi unsur bunyi dan gerak melalui kegiatan eksplorasi dalam bernyanyi dan menari.
10.    Mengeskpresikan gagasan artistik melalui kegiatan bernyanyi dan menari.
11.    Mengkomunikasikan gagasan dengan satu kalimat.
12.    Mengkomunikasikan gagasan sederhana dengan lisan dan tertulis. Membaca nyaring / bersuara teks sederhana + 300 kata.
13.    Menulis dengan jelas dan rapi kalimat yang didiktekan dengan menggunakan huruf lepas dan tegak bersambung.
14.    Menulis karangan pendek seperti slogan dan surat undangan, menulis menggunakan atau disertai label, dan menulis petunjuk sesuatu permainan.
15.    Menerapkan EYD dalam menulis dan menggunakan huruf kapital untuk nama suku bangsa, nama bahasa, dan judul karangan. Menulis tanda titik untuk memisahkan angka, jam, menit, detik.
16.    Menyimak dan menceritakan kembali ragam teks sederhana; mendeklamasikan / melagukan pantun, puisi, syair dan membaca cerita atau buku.
17.    Mengaplikasikan konsep atau alogaritma dalam pengerjaan pernjumlahan dan pengurangan.
18.    Mengaplikasikan konsep atau alogaritma dama pengerjaan bilangan.
19.    Mengkomunikasikan gagasan matematika dengan simbol atau diagram.
20.    Membuat dan menafsirkan model matematika dari masalah bilangan pengukuran atau bentuk geometri.
21.    Menentukan pola sifat atau pola bangun menurut bentuk atau unsurnya.
22.    Membilang dan menyebutkan banyak benda, mengingat penjumlahan dan pengurangan.
23.    Melakukan operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian dan hubungannya.
B.       Karakteristik Pembelajaran di Kelas Tinggi
Esensi proses pembelajaran di kelas tinggi (kelas 4, 5, 6) adalah suatu pembelajaran yang dilaksanakan secara logis dan sistematis untuk membelajarkan siswa tentang konsep dan generalisasi sehingga penerapannya (menyelesaikan soal, menggabungkan, menghubungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat dan membagi).
Di bawah ini ada beberapa contoh kegiatan belajar yang dapat dilakukan siswa di kelas tinggi Sekolah Dasar.
1.        Mendeskripsikan aturan-aturan yang berlaku di keluarga.
2.        Membandingkan kelompok-kelompok sosial di masyarakat.
3.        Menyajikan hubungan antara sumber daya alam dengan kegiatan ekonomi setempat.
4.        Melakukan diskusi kelompok tentang jual-beli.
5.        Menafsirkan peninggalan-peninggalan sejarah.
6.        Melakukan latihan untuk meningkatkan kualitas fisik-motorik.
7.        Memperagakan berbagai keterampilan yang dihubungkan dengan keselamatan diri.
8.        Memperagakan rangkaian gerak dengan alat musik.
9.        Melakukan kegiatan penjelajahan ke perkampungan di sekitar sekolah.
10.    Mencoba mengubah pola gerak dari irama dalam rangkaian variasi gerak.
11.    Mendesain model konstruksi.
12.    Mencari, menemukan, memilih informasi dari lingkungan sekitar sekolah.
13.    Membaca dan menghafal surat-surat pendek dan mengartikannya.
14.    Mendengarkan dan mencatat hal-hal yang penting dari uraian pembicara (pidato atau dakwah).
15.    Membaca dalam hati (secara intensif) teks pendek 3-4 paragraf.
16.    Mendengarkan secara apresiatif.
17.    Mengaplikasikan konsep alogaritma atau manipulasi matematika dalam pengerjaan bilangan (termasuk negatif dan pecahan) pengukuran geometri.
18.    Melakukan operasi hitung campuran (bilangan bulat pecahan).
19.    Melakukan penyelidikan dengan menetukan variabel dan cara pengendaliannya.
20.    Mengumpulkan bukti perkembangbiakan makhluk hidup.
21.    Menyelidiki hubungan antara ciri makhluk hidup dan lingkungan hidup.
22.    Mendesain dan melakukan percobaan untuk menyelidiki antara hubungan gaya dan gerak.
23.    Menyelidiki pengaruh gaya magnet.
1. 5      Mengoptimalkan Peran Guru dalam Proses Pembelajaran
Ketika ilmu pengetahuan masih terbatas, ketika penemuan hasil-hasil teknologi belum berkembang hebat seperti sekarang ini, maka peran utama guru di sekolah adalah menyampaikan ilmu pengetahuan sebagai warisan kebudayaan masa lalu yang dianggap berguna sehingga harus dilestariakan. Dalam kondisi demikian guru berperan sebagai sumber belajar bagi siswa. Oleh karena itu, ada pepatah yang menyebutkan bagaimanapun pintarnya siswa, maka tidak mungkin dapat mengalahkan pintarnya guru.
1.        Guru sebagai Sumber Belajar
Peran guru sebgai sumber belajar merupakan peran yang sangat penting. Peran sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Kita bisa menilai baik tidaknya seorang guru hanya dari penguasaan materi pelajaran. Dikatakan guru yang baik manakala ia dapat menguapai materi pelajaran dengan baik, sehingga benar-benar ia berperan sebgai sumber belajar bagi anak didiknya. Apapun yang ditanyakan siswa berkaitandengan materi pelajaran yang sedang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Sebaliknya, dikatakan guru yang kuranga baik manakala ia tidaka paham tentang materi yang diajarkannya. Ketidakpahaman tentang materi pelajaran biasanya ditunjukan oleh perilaku-perilaku tertentu, misalnya teknik penyampaian materi pelajaran yang monoton, ia lebih sering dududk di kursi sambil membaca, suaranya lembah, tidak berani melakukan kontak mata dengan siswa, miskin dengan ilustrasi, dan lain-lain. Perilaku guru yang demikian bisa menyebabkan hilangnya kepercayaan pada diri siswa, sehingga guru akan sulit mengendalikan kelas.
Sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran hendaknya guru melakukan hal-hal sebagai berikut:
a.         Sebaiknya guru memiliki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan siswa. Hal ini untuk menjaga agar guru memiliki pemahaman yang lebih baik tentang materi yang akan dikaji bersama siswa. Dalam perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat, bisa terjadi siswa lebih “pintar” dibandingkan guru dalam hal penguasaan informasi. Oleh sebab itu, untuk menjaga agar guru tidak ketinggalan informasi, sebaiknya guru memiliki bahan-bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan siswa. Misalnya melacak bahan-bahan dari internet, atau dari bahan cetak terbitan terakhir atau berbagai informasi dari media masa.
b.        Guru dapat menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata siswa yang lain. Siswa yang demikian perlu diberikan perlakuan khusus, misalnya dengan memberikan bahan pengayaan dengan menunjukkan sumber belajar yang berkenaan dengan materi pelajaran.
c.         Guru perlu melakukan pemetaan tentang materi pelajaran, misalnya dengan menentukkan materi inti (core) yang wajib dipelajari siswa, materi tambahan, materi yang harus diingat kembali karena pernah dibahas, dan lain sebagainya. Melalui pemetaan semacam ini akan memudahkan bagi guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai sumber belajar.
2.        Guru sebagai Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Agar dapat melakasanakan peran sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipahami, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan pemanfaatan berbagai media dan sumber pembelajaran.
a.         Guru perlu memahami berbagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-masing media tersebut. Pemahaman akan fungsi media sangat diperlukan, belum tentu susatu media cocok digunakan untuk mengajarkan semua bahan pelajaran. Setiap media memiliki karakteristik yang berbeda.
b.        Guru pelru mempunyai keterampilan dalam merancang suatu media. Kemampuan merancang media merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru professional. Dengan perancangan media yang dianggap cocok akan memudahkan proses pembelajaran, sehingga pada gilirannya tujuan pembelajran akan tercapai secara optimal.
c.         Guru dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat memanfaatkan berbagai sumber belajar. Perkembangan teknologi informasi menuntut setiap guru untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi mutakhir. Berbagai perkembangan teknologi informasi memungkinkan setiap guru bisa menggunakan berbagai pilihan media yang dianggap cocok.
d.        Sebagai fasilitator, guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.
3.        Guru sebagai Pengelola
Sebagai pengelola pembelajaran (learning manager), guru berperan dalam menciptakam iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa.
Menurut Ivor K. Devais, salah satu kecenderungan yang sering dilupakan adalah melupakan bahwa hakikat pembelajaran adalah belajarnya siswa dan bukan mengajarnya guru. Dalam hubungannya dengan pengelolaan p0embelajaran, Alvin C. Eurich menjelaskan prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatiakan guru, sebagai berikut:
a.         Segala sesuatu yang dipelajari siswa, maka siswa harus mempelajarinya sendiri.
b.        Setiap siswa yang belajar memiliki kecepatan masing-masing.
c.         Seorang siswa akan belajar lebih banyak apabila setiap selesai melaksanakan tahapan kegiatan diberikan reinforcement.
d.        Penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti.
e.         Apabila siswa diberikan tanggungjawab, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar.
Dalam melaksanakan pengelolaan pembelajaran ada dua macam kegiatan yang harus dilakukan, yaitu mengelola sumber belajar dan melaksanakan peran sebagai sumber belajar itu sendiri. Sebagai manajer, guru memiliki empat fungsi umum, yaitu:
a.         Merencakan tujuan belajar.
b.        Mengorganisasikan berbagai sumber belajar untuk mewujudkan tujuan belajar.
c.         Memimpin, yang meliputi memotivasi, mendorong, dan menstimulasi siswa.
d.        Mengawasi segala sesuatu apakah sudah berfungsi sebagaiman mestinya atau belum dalam rangka pencapaian tujuan.
Walaupun keempat fungsi itu merupakan kegiatan yang terpisah, namun keempatnya harus dipandang sebagai suatu lingkaran atau siklus kegiatan yang berhubungan satu sama lain. Fungsi perencanaan merupakan fungsi yang sangat penting bagi seorang manajer. Kegiatan-kegiatan dalam melaksanakan fungsi perencanaan diantaranya meliputi memperkirakan tuntutan dan kebutuhan, menentukan tujuan, menulis silabus kegiatan pembelajaran, menentukan topik-topik yang akan dipelajari, mengalokasikan waktu, serta menentukkan sumber-sumber yang diperlukan. Melalui fungsi perencanaan ini, guru berusaha menjembatani jurang antara dimana murid berada dan kemana mereka harus pergi. Keputusan semacam ini menuntut kemampuan berpikir kreatif dan imajinatif, serta meliputi sejumlah besar kegiatan yang pada hakikatnya tidak teratur dan tidak berstruktur.
Fungsi pengorganisasian melibatkan penciptaan secara sengaja suatu lingkungan pembelajaran yang kondusif serta melakukan pendelegasian tanggungjawab dalam rangka mewujudkan tujuan program pendidikan yang telah direncanakan. Pengorganisasian, pengaturan-pengaturan sumber hanyalah alat atau saraba saja untuk mencapai apa yang harus diselesaikan. Tujuan akhirnya adalah membuat agar siswa dapat bekerja dan belajar bersama-sama. Harus diingat, pengorganisasian yang efektif ganya dapat diciptakan manakala siswa bisa belajar secara individual, karena pada dasarnya tujuan yang ingin dicapai adalah siswa secara individual walaupun pengajaran itu dilaksanakan secara klasikal. Keputusan yang berhubungan dengan pengorganisasian ini memerlukan pengertian mendalam dan perhatian terhadap siswa secara individual.
Fungsi memimpin atau mengarahkan adalah fungsi yang bersifat pribadi yang melibatkan gaya tertentu. Tugas memimpin ini dalah berhubungan dengan membimbing, mendorong, dan mengawasi murid, seingga mereka dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. tujuan akhirmya adalah untuk membangkitkan motivasi dan mendorong murid –murid sehingga mereka menerima dan melatih tanggungjawab untuk belajar mandiri.
Fungsi mengawasi bertujuan untuk mengusahakan peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan rencana yang telah disusun. Dalam batas-batsa tertentu fungsi pengawasan melibatkan pengambilan keputusan yang terstruktur, walaupun proses tersebut mungkin sangat kompleks, khusunya bila mengadakan kegiatan remedial.
4.        Guru sebagai Demostrator
Peran guru sebagai demonstrator adalah peran untuk mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks guru sebagai demonstrator. Pertama, sebagai demonstrator berarti guru harus menunjukkan sikap-sikap yang terpuji. Dalam setiap aspek kehidupan, guru merupakan sosok ideal bagi setiap siswa. Biasanya apa yang dilakukan guru akan menjadi acuan bagi setiap siswa. Dengan demikian, dalam konteks ini guru berperan sebgai model dan teladan bagi setiap siswa. Kedua, sebagai demonstrator guru harus dapat menunjukkan bagaimana caranya agar setiap materi pelajaran bisa lebih dipahami dan dihayati oleh setiap siswa. Oleh karena itu, sebagai demonstrator erat kaitannya dengan pemgaturan strategi pembelajara yang lebih efektif.
5.        Guru sebagai Pembimbing
Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan. Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Walaupun secara fisik mungkin individu memiliki kemiripan, tetapi pada hakikatnya merekan tidaklah sama, baik bakat, minat, kemampuan, dan sebagainya. Disamping itu, setiap individu juga adalah makhluk yang sedang berkembang. Irama perkembangan mereka tentu tidaklah sama juga. Perbedaan itulah yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbinga. Membimbing siswa agar dapat menemukan bebagai potensi yang dimilikinya sebgai bekal hidup mereka, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketrcapaian itu ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan masyarakat.
Seorang guru dan siswa seperti halnya seorang petani dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat berbuah dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi untuk berbuah serta telah sampai pada waktunya berbuah. Tugas seorang petani adalah menjaga agar tanaman itu tumbuh dengan sempurna, tudak terkena hama penyakit yang bisa menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak tumbuh dengan sehat, yaitu dengan cara menyemai, menyiram, member pupuk, dan member obat pembasmi hama. Demikian juga halnya dengan seorang guru, guru tidak dapat memaksa agar siswanya jadi seseorang yang sukses. Siswa akan tumbuh dan berkembang menjadi seseorang sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan, dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, minat, bakatnya. Inilah makna peran pembimbing.
Agar guru berperan sebagai pembimbing yang baik, maka ada beberapa hal yang harus dimiliki, diantaranya: Pertama, guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Misalnya, pemahaman tentang gaya dan kebiasaan belajar serta pemahaman tentang potensi dan bakat yang dimilki anak. Pemahaman ini sangat penting artinya, akan menentukkan teknik dan jenis bimbingan yang harus diberikan kepada anak tersebut.
Kedua, guru harus memahami dan terampil dalam merencakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai maupun merencakan proses pembelajaran. Proses bimbingan akan dapat dilakukan dengan baik manakala sebelumnya guru merencanakan hendak dibawa kemana siswa, apa yang harus dilakukan, dan lain sebagainya. Untuk merumuskan tujuan yang sesuai guru hatus memahami segala sesuatu yang berhubungan baik dengan sistem nilai masyarakat maupun dengan kondisi psikologis dan fisiologis siswa, yang kesemuanya itu terkandung dalam kurikulum sebagai pedoman dalam merumuskan tujuan dan kompetensi yang harus dimiliki. Disamping itu, guru juga perlu mampu merencakana dan mengimplementasikan proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara penuh. Proses pembelajaran adalah proses memberikan bantuan kepada siswa, dengan demikian ynag terpenting dalam proses pembelajaran adalah siswa itu sendiri.
6.        Guru sebagai Motivator
Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kamampuannya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya. Dengan demikian, bisa dikatakan siswa yang berprestasi rendah belum tentu disebabkan oleh kemampuannya yang rendah pula, tetpai mungkin disebabkan oleh tidak adanya dorongan atau motivasi dari orang-orang terdekatnya.
Woodwort (1955:337) mengatakan: “Suau motif adalah suatu set yang bisa membuat individu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan”. Dengan demikian, perilaku atau tindakan yang ditunjukkan seseorang dalam upayamencapai tujuan tertentu sangat tergantung dari motif yang dimilikinya.
Motif dan  motivasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Moivasi merupakan penjelmaan dari motif yang dapat dilihat dari perilaku yang ditunjukkan sesorang. Hilgard mengatakan bahwa motivasi adalah suatu keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi dengan demikian, motivasi muncul dari dalam diri seseorang.
Motivasi sangat erat hubungannya dengan kebutuhan, sebab memang motivasi muncul karena kebutuhan. Sesorang akan terdorong untuk bertindak manakala dalam dirinya ada kebutuhan. Kebutuhan ini yang menimbulkan keadaan ketidakseimbangan (ketidakpuasan), yaitu ketegangan-ketegangan, dan ketegangan itu akan hilang manakala kebutuhan itu telah terpenuhi. Proses pembelajran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi dalam belajar. Oleh sebab itu, guru perlu menumbuhkan motivasi belajar siswa.
7.        Guru sebagai Evaluator
Sebgai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajran yang telah dilakukan. Terdapat dua fungsi dalam memerankan perannya sebagai evaluator. Pertama, untuk menentukan kebrhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberasilan siswa dalam menyerap materi kurikulum. Kedua, untuk menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan seluruh kegiatan yeng telah diprogramkan.
a.         Evaluasi untuk Menentukan Keberhasilan Siswa
Sebagai kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan siswa, evaluasi memegang peranan yang sangat penting. Sebab, melalui evaluasi guru dapat menentukan apakah siswa yang diajarnya sudah memiliki kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga mereka layak diberikan program pembelajaran baru atau malah sebaliknya siswa belum bisa mencapai standar minimal, sehingga mereka perlu diberikan program remedial. Sering gur beranggapan bahwa evaluasi sama dengan melakukan tes, artinya guru telah melakukan evaluasi manakala ia telah melaksanakan tes. Hal ini tentu kurang tepat, sebab evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau makna tertentupada sesuatu yang dievaluasi. Dengan demikian tes hanya salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan makna tersebut.
Kelemahan yang sering terjadi sehubungan dengan pelaksanaan evaluasi selama ini adalah guru dalam menentukan keberhasilan siswa terbatas pada hasil tes yang biasa dilakukan secara tertulis, akibatnya sasaran pembelajaran hanya terbatas pada kemampuansiswa untuk mengisi soal-soal yang biasa keuar dalam tes. Disamping itu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, evaluasi itu juga sebaiknya dilakukan bukan hanya terhadap hasil belajar, akan tetapi juga proses belajar. Hal ini sangat penting sebab evaluasi terhadap proses belajar pada dasarnya evaluasi terhadap keterampilan intelektual secara nyata.
b.        Evaluasi untuk Menentukan Keberasila Guru
Evalausi dilakukan bukan hanya untuk siswa, akan tetapi dapat digunakan untuk menilai kinerja guru itu sendiri. Berdasarkan hasil evaluasi apakah guru telah melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan perencanaan atau belum, apa sajakah yang perlu diperbaiki. Evaluasi untuk menentukan keberhasilan guru tentu saja tidak sekompleks untuk menilai keberhasilan siswa, baik dilihat dari aspek waktu pelaksanaan maupun dilihat dari aspek pelaksnaan. Biasanya evaluasi ini dilakukan stelah proses pembelajaran berakhir, atau yang biasa disebut dengan pots-test.
Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Sistem Pembelajaran.
Terdapat beberapa faktor yang dapat memepengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran, diantaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat, dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan.
1.        Faktor Guru
Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru, bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin bisa diaplikasikan. Layaknya seorang prajurit di medan pertempuran. Keberhasilan penerapan strategi berperan untuk menghancurkan musuh akan sangat bergantung kepada kualitas prajurit itu sendiri. Demikian juga dengan guru. Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan metode, teknik, dan taktik pembelajaran. Diyakini, setiap guru akan memiliki pengalaman, pengetahuan, kemampuan, gaya, dan bahkan pandangan yang berbeda dalam mengajar. Guru yang menganggap mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran akan berbeda dengan guru yang menganggap mengajar adalah suatu proses pemberian bantuan kepada peserta didik. Masing-masing perbedaan tersebut dapat mempengaruhi baik dalam penyusunan strategi atau implementasi pembelajaran.
Guru dalam proses pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Peran guru apalagi untuk siswa pada usia pendidikan dasar, tidak mungkin dapat digantikan oleh perangkat lain, seperti televisi, radio, komputer, dan lain sebagainya. Sebab, siswa adalah organism yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa.
Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya, tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manajer of learning). Dengan demikian, efektifitas proses pembelajaran terletak dipundak guru. Oleh karenanya, keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru. Norman Kirby (1981) menyatakan: “one underlying emphasis should be noticeable: that the quality of the teacher is the essential, constant feature in yhe success of any educational system”.
Menurut Dunkin (1974) ada sejumlah aspek yang dapat mepengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu teacher formative experience, teacher trainingexperience, dan teacher properties.
Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka. Yang termasuk aspek ini diantaranyameliputi tempat asal kelahiran guru termasuk suku, latar belakang budaya, dan adat istiadat, keadaan keluarga dari mana guru itu berasal, misalkan apakah guru itu berasal dari keluarga yang tergolong mampu atau tidak, apakah mereka berasal dari keluarga harmonis atau bukan.
Teacher training experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru, misalnya pengalaman latihan professional, tingkatan pendidikan, pengalaman jabatan, dan lain sebagainya.
Teacher properties,  adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru, misalnyasikap guru terhadap profesinya, sikap guru terhadap siswa, kemampuan atau intelegensi guru, motivasi dan kemampuan merekan baik kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran termasuk didalamnya kemampuan dalam merencanakan dan evaluasi pembelajaran maupun kemampuandalam penguasaan  materi pelajaran.
2.        Faktor Siswa
Siswa adalah organism yang unik yang berkembanag sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, disamping karakteristik lain yang melekat pada diri anak.
Seperti halnya guru, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi aspek latar belakang siswa yang menurut Dunkin disebut pupil formative experiebces  secara faktor sifat yang dimilki siswa.
Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran, tempat tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi siswa, dari keluarga yang bagaimana siswa berasal, dan lain-lain. Sedangkan, dilihat dari sifat yang dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar, pengetahuan, dan sikap. Tidak dapat disangkal bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda yang dapat dikelompokkan pada siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Siswa yang termasuk kemampuan tinggi biasanya ditunjukkan oleh motivasi yang tinggi dalam belajar, perhatian, keseriusan dalam mengikuti pelajaran, dan lain-lain. Sebaliknya, siswa yang tergolong pada kemampuan rendah ditandai dengan kurangnya motivasi belajar, tidak adanya keseriusan dalam mengikuti pelajaran, termasuk menyelesaikan tugas, dan lain sebagainya. Perbedaan-perbedaan memacam itu menuntut perlakuan yang berbeda pula baik dalam penempatan atau pengelompokan siswa maupun dalam perlakuan guru dalam menyesuaikan gaya belajar. Demikian juga halnya dengan tingkat pengetahuan siswa. Siswa yang memiliki pengetahuan yang memadai tentang penggunaan bahasa standar, misalnya akan mempengaruhi proses pembelajaran mereka dibandingkan dengan siswa yang tidak memiliki tentang hal itu.
Sikap dan penampilan siswa di dalam kelas juga merupakan aspek lain yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran. Ada kalanya ditemukan siswa yang sangat aktif, dan ada pula siswa yang pendiam, tidak sedikit juga ditemukan siswa yang memiliki motivasi yang rendah dalam belajar. Semua itu mempengaruhi proses pembelajaran di dalam kelas. Sebab, bagaimanapun faktor siswa dan guru merupakan faktor yang sangat menentukan dalam interaksi pembelajaran.
3.        Faktor Sarana dan Prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah, dan lain sebagainya; sedangkan prasarana adalah segalau sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil, dan lain sebagainya. Kelngkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam penyelengaraan proses pembelajaran, dengan demikian sarana dan prasaran merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.
4.        Faktor Lingkungan
Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial-psikologis.
Faktor organisasi kelas yang didalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kelompok belajar yang besar dalam satu kelas berkecenderuangan:
a.         Sumber data kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa, sehingga waktu yang tersedia akan semakin sempit.
b.        Kelompok belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan menggunakan semua sumber daya yang ada. Misalnya, dalam penggunaan waktu diskusi. Jumlah siswa yang terlalu banyak akan memakan waktu yang banyak pula, sehingga sumbangan pikiran akan sulit didapat dari setiap siswa.
c.         Kepuasan belajar setiap siswa akan cenderung menurun. Hal ini disebabkan kelompok belajaran yang terlalu banyak akan mendapatkan pelayanan yang terbatas dari setiap guru, dengan kata lain perhatian guru akan semakin pecah.
d.        Perbedaan individu anggota akan semakin tampak, sehingga akan semakin sukar mencapai kesepakatan. Kelompok yang terlalu besar cenderung akan pecah ke dalam sub-sub kelompok yang saling bertentangan.
e.         Anggota kelompok yang terlalu banyak berkecenderungan akan semakin banyak siswa yang terpaksa menunggu untuk sama-sama maju mempelajari materi pelajaran baru.
f.         Anggota kelompok yang terlalu banyak akan cenderung semakin banyaknya siswa yang enggan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan kelompok.
Dari beberapa kecenderungan di atas, maka jumlah anggota kelompok besar akan kurang menguntungkan dalam menciptakan iklim belajar mengajar yang baik. Faktor lain dari dimensi lingkungan yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran adalah faktor iklim sosial-psikologis. Maksudnya, keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklik sosialini dapat terjadi secara internal atau eksternal.
Iklim sosial-psikologis secara internal adalah antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah, misalnya iklim sosial antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan guru, bahkan antara guru dengan pimpinan sekolah. Iklim sosial-psikologis eksternal adalah keharmonisan hubungan antara pihak sekolah dengan dunia luar, misalnya hubungan sekolah dengan orang tua siswa, hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga masyarakat, dan lain sebagainya.
Sekolah yang mempunyai hubungan baik secara internal, yang ditunjukkan oleh kerja sama antar guru, saling menghargai dan saling membantu, maka memungkinkan iklim belajar menjadi sejuk dan tenang sehingga akan berdampak pada motivasi belajar siswa. Sebaliknya, manakala hubungan tidak harmonisa iklim belajar akan penuh dengan ketegangan dan ketidaknyamanan sehingga akan mempengaruhi psikologis siswa dalam belajar. Demikian juga sekolah yang baik memiliki hubungan yang baik dengan lembaga-lembaga luar akan menambah kelancaran program-program sekolah, sehingga upaya-upaya sekolah dalam meningkatkan kualitas pembelajaran akan mendapat dukungan dari pihak lain.





















BAB III
KESIMPULAN

A.      Kesimpulan
Belajar dapat dikatakan sebagai suatu proses artinya dalam belajar akan terjadi proses melihat, membuat, mengamati, menyelesaikan masalah atau persoalan menyimak, dan latihan. Ada 4 pilar yang perlu diperhatikan dalam belajar yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be.
Adapun Karakteristik Proses Di Sekolah Dasar Belajar meliputi: Proses Belajar Berdasarkan Teori dan Tipe Belajar di dalamnya meliputi, teori belajar disiplin mental, teori belajar asosiasi, teori insight, teori belajar gestalt. Kemudian ada tipe belajar meliputi, signal learning, stimulus respon learning, chaining learning, verbal association learning, concept learning, rule learning, problem soulving learning. Dan yang terakhir ada hasil belajar.
Tahapan perkembangan siswa sekolah dasar yaitu meliputi, perkembangan fisik, perkembangan sosial, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, perkembangan moral, perkembangan eksensif, aspek intelegensi, aspek kebutuhan siswa.
Adapun karakteristik di SD meliputi, karakteristik pembelajaran di kelas rendah dan kelas tinggi. Mengoptimalkan peran guru dalam proses pembelajaran, meliputi guru sebagai sumber belajar, guru sebagai sumber fasilitator, guru sebagai sumber pengelolaa, guru sebagai demostrator, guru sebagai pembimbing, guru sebagai motivator, guru sebagai evaluator.
B.       Saran
Banyak manfaat bagi calon pendidik mempelajari strategi pembelajaran SD dalam mendeskripsi, memahami serta meramalkan prilaku diri sendiri maupun orang lain. Terutama akan terasa sangat perlu seseoarang yang perlu penguasaan ilmu ini bagi seorang yang selalu mengadakan komunikasi dengan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Antia, Sri  (2013). Strategi pembelajaran di SD.Tanggerang selatan : universitas terbuka
Masnur, Muslich. 2011. Pendidikan Karakter.Jakarta : Bumi Aksara
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Edisi pertama, cetakan kelima



Tidak ada komentar:

Posting Komentar